by

Titik Soeharto – Kekejaman Rezim

Satu bulan sebelum Marsinah dibunuh, Presiden Soeharto menghadiri pertemuan Hak Asasi Manusia di Thailand. Dalam forum itu, Soeharto menyatakan RUU Hak Asasi Manusia yang dicanangkan PBB tidak bisa diterapkan di negara-negara Asia.
 
Jenderal tangan besi itu menjelaskan, di Asia warga tak bisa bebas mengkritik pemimpinnya, beda dengan budaya Barat.
 
Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS), pabrik arloji di Siring, Porong, Jawa Timur. Buruh PT CPS digaji Rp1.700 per bulan. Padahal berdasarkan KepMen 50/1992, diatur bahwa UMR Jawa Timur ialah Rp2.250.
 
Pada zaman bapaknya berkuasa ada model cantik, Dietje Budiarsih Budiono namanya –  tewas mengenaskan akibat dibunuh. Jenazahnya ditemukan di sedan Honda Accord warna putih di tepi Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin 8 September 1986 pukul 22.00 WIB.
 
Luka yang membunuh Dietje antara lain tembakan di bagian lehernya menembus kepala. Kemudian aparat datang membawa skenario, mengumumkan Muhammad Siradjudin alias Pak De sebagai pembunuhnya. Pak De dipaksa mengaku sebagai pelakunya, dengan cara disiksa, bahkan anak laki lakinya disiksa juga agar bapaknya menyerah dan mengaku.
 
Kematian model cantik itu diisukan terkait dengan skandal yang melibatkan keluarga besar Cendana.
 
Di zaman Soeharto berkuasa, seorang pengecer buku di kampus, bisa dipenjara di LP Nusakambangan hingga delapan tahun. Buku yang dijual itu adalah novel Tetralogi Pramoedya Anana Toer (‘Bumi Manusia’, ‘Anak Semua Bangsa’, “Rumah Kaca’, ‘Jejak Langkah’), dan kawan saya itu masih hidup sampai sekarang, masih jadi aktifis.
 
Buku-buku novel itu kini sudah dijual di pasar dengan bebas. Sebenarnya bukan buku berbahaya, bahkan buku sastra bernilai tinggi. Namun pada zaman Soeharto jadi buku terlarang.
 
Pada zaman bapaknya Titiek berkuasa,  ada wartawan yang dibunuh di tengah malam karena berita berita yang ditulisnya.  Nama wartawan itu adalah Udin. Terjadi Selasa Malam tanggal 13 Agustus 1996 –  Udin didatangi oleh orang yang tidak dikenal lalu dianiaya sampai akhirnya tanggal 16 Agustus 1996 dirinya menghembuskan nafas terakhirnya.
 
Fuad Muhammad Syafruddin yang akrab dipanggil Udin adalah wartawan ‘Bernas’, Yogyakarta, yang dianiaya oleh orang tidak dikenal, di depan rumah kontrakannya, di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km 13 Yogyakarta. 
 
Sebelum kejadian ini, Udin kerap menulis artikel kritis tentang konflik penguasa lokal yang punya koneksi dengan orang penting di Jakarta. Udin tewas di usia 32 tahun.
 
PADA ZAMAN SOEHARTO BERKUASA, tokoh tokoh yang berseberangan dengan rezim diasingkan. Para tokoh Petisi 50 ditutup bisnisnya, dengan segala cara. Bank dilarang memberi pinjaman.  Bahkan anak cucunya diisolasi. Intel Kopkamib, Laksus bekerja sangat efekif dan mengabdi pada rezim, khususnya kepada keluarga Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya.
 
Anak anak generasi Milenial tidak tahu bahwa Suharto naik tampuk kekuasaan selama 32 tahun,  dengan membunuh sekurang kurangnya 78 ribu jiwa (fact finding commision), 500 ribu hingga tiga juta jiwa anggota dan simpatisan PKI tanpa pengadilan –  versi redaktur mingguan ‘Mahasiswa Indonesia’  – mengutip keterangan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, Komandan RPKAD.
 
Sebagiannya adalah orang orang yang tidak bersalah, orang yang ikut ikutan,  dibantai dengan keji, mayatnya dilempar ke kali, dan darahnya menggenangi  sungai di semua kali di seantero pulau Jawa.
 
Sedangkan anak cucunya yang masih hidup mendapat stigma nista keturunan PKI seumur hidupnya.
 
Karena itu, Titiek Soeharto tidak layak bicara kekejaman rezim. Atau kegilaan rezim..
 
Di Indonesia, simbol kekejaman rezim itu ada di rumahnya, orang yang selama ini membesarkannya, yaitu bapaknya sendiri. 
 
Sumber : Status Facebook Dimas Supriyanto

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed