by

Tentang Fatwa MUI Tiadakan Jumatan

Jadi, Fatwa MUI Itu Mandul?

Kesimpulan saya, ya. Fatwanya baik, tetapi tidak bisa dilaksanakan sepenuhnya karena kriteria yang dibuat tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Jadi, besok salat Jumat tetap harus diselenggarakan atau terserah masing-masing individu?

Saya tadi sempat menghubungi sahibul fatwa, Kyai Asrorun Ni’am Sholeh (sekretaris komisi Fatwa MUI) untuk mendiskusikan kendala teknis implementasi fatwa itu. Terkait tidak adanya petunjuk pemerintah, jawabnya, “Ya, kalau individu memutuskan sendiri, tidak Jumatan karena takut sakit, boleh saja secara syar’i.”

Saya sendiri memilih jalan lain. Semangat fatwa itu adalah “la darara wa la dirara”, tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Madarat yang menjadi acuan. Maka, salat Jumat dapat ditiadakan, diganti Zuhur, berdasarkan madarat yang sudah ditetapkan oleh Ulil Amri. Status madaratnya, hanya saja, tidak berdasarkan zona seperti di Fatwa MUI, tetapi berdasarkan kondisi.

BNPB, yang ditunjuk pemerintah menjadi koordinator penanganan wabah Covid-19, sudah menetapkan “Masa Darurat Bencana” secara nasional sampai tanggal 29 Mei 2020. Maka, berdasarkan status ini, Fatwa MUI tentang salat di rumah bisa ditaati dengan sedikit revisi teknis. Madaratnya bukan di zona, tetapi “masa darurat”. Jadi, dari Jumat 20 Maret hingga 29 Mei, jika keadaan belum membaik, cukup salat zuhur di rumah saja.

Wallahu a’lam.

Sumber : Status Facebook Arif Maftuhin

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed