by

Tentang Covidiot

Dan saya analogikan, seperti iman, teman-teman yang percaya pada ancaman covid-19 ini dan patuh pada protokol kesehatan (patuh tidak sama dengan takut atau paranoid ya), meskipun tidak paham betul dengan virologi, epidemiologi, dan patofisiologi covid, ini adalah mereka yang sudah beriman, meskipun masih pada tataran syariat. Sudah bagus itu. Perlu diparesiasi da didoakan agar terus mendapat hidayah.

Daripada mereka yang sebenarnya tahu virologi dan patofisiologi covid-19 tapi mengentengkan, apalagi mengajak orang untuk mengentengkan, ya inilah yang tadi disebut pak ahmad (sebenarnya kali ini saya sendiri sih yang bilang, hihihi) : khilaf.

Kalau khilafnya karena memang merasa madzhabnya benar, logikanya benar, ya mungkin hisabnya lebih ringan. Mungkin hanya karena belum paham prinsip epidemiologi dan kesehatan masyarakat yang : mencegah yang sehat supaya tidak sakit, dan untuk menjaga yang sehat tetap sehat. Tidak ada manusia yang sempurna.

Tapi bagi teman-teman yang, baik sebenarnya sudah paham virologi, patofisiologi, apalagi epidemiologi, maupun (apalagi) sebenarnya nggak paham sama sekali tapi tetap secara sadar menyesatkan orang lain dengan cara yang menarik dan membahagiakan dengan niat hanya supaya mendapatkan ketenaran, follower, subscribe, view, dan like yang banyak, ini saya saya ibaratkan seperti ungkapan yang sering dipakai oleh ayat suci : menjual kebenaran dengan harga murah.

Ini namanya fasiq. Hisabnya berat. Kalau ingin memperingan hisab, bila berkenan saya sekedar ingin saling mengingatkan : mari pertebal empati. Pada mereka yang telah meninggal akibat covid-19 ini, baik masyarakat awam terutama para nakes. Buatlah kematian mereka dan kesyahidan mereka berarti.

Adapun kalau ada masyarakat awam yang nggak percaya covid-19 karena nggak paham, atau menganggap covid-19 ini konspirasi hanya karena ikut-ikutan,kena pengaruh sosial media, terutama generasi boomers yang baru gegar budaya dengan WA, ini ibaratnya adalah umat yang harus secara istiqomah didakwahi dengan mau’idzoh hasanah, nasehat yang baik, tidak menyerang, atau bisa dengan mencontohkan hikmah suri tauladan dari kita, dengan cara, kita terlebih dulu memberi contoh uswatun hasanah melakukan protokol kesehatan.

Dan kalau akhirnya mereka mengajak debat maka boleh dibalas debat dengan kata-kata dan hujjah yang lebih baik, jangan sampai ikut terseret ke level mereka, domba-domba yang tersesat ini.

Karena kalau kita malah terbawa emosi, maka kita ikut termasuk orang yang merugi. Ingat, semua manusia itu merugi kecuali yang saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Jadi, kalau dalam proses “dakwah” ini lalu difitnah macam-macam, ya yang sabar ya. Hehehe.

Nggak boleh kecewa, karena berarti “dakwah”nya belum ikhlas. Karena perlu diingat, proses “iman” pada diri orang yang kita dakwahi itu bukan indikator keberhasilan dakwah kita, melainkan ada faktor “hidayah” juga.

Yang paling baik tentunya mempercayai ancaman covid-19 ini secara “ainul yaqin”. Secara Evidence-based. Bukan hanya sekedar tahu dan mengerti dalam tataran secara teori, tapi memang langsung menghadapi sendiri Ini tingkatan iman yang lebih tinggi. Level imannya sudah hampir ma’rifat, bukan lagi syariat. Dan level ini dicapai oleh teman-teman epidemiolog dan nakes yang langsung terjun di lapangan, yang mengolah data, melakukan tracing, atau tenaga medis dan paramedis seperti perawat apalagi dokter manusia yang menangani dan merawat langsung pasien-pasien covid-19 yang berat di RS-RS rujukan (bukan yang tanpa gejala atau bergejala ringan).

Mereka ini, nggak punya waktu untuk mempedulikan fitnah dan cibiran dari teman-teman yang belum mendapat “hidayah”, tetapi terus bekerja merawat pasien covid, karena sudah mencapai level pemahaman bahwa covid ini adalah penyakit yang punya seribu wajah sekaligus sangat menantang: ketika badai sitokinnya dilawan dengan steroid, eh, jebulnya si covid mainnya mengkoagulasi atau menggumpalkan darah. Penggumpalan darahnya dilawan dengan pengencer darah, eh malah mimisan dan malah memainkan badai sitokin. Dikasih steroid dan antikoagulan sekaligus, eh ternyata semakin parah gara-gara virusnya berkembang tak terkendali karena mainnya di viral load. Sangat nyata, sangat rumit, menggentarkan tapi sekaligus sangat “cantik” dan bikin penasaran.

Dan sayangnya, hingga saat ini memang belum ada yang mencapai level “haqqul yaqin”, level ma’rifat covid-19 ini. Mungkin nanti, ketika vaksin sudah ditemukan, dan ilmu pengetahuan berhasil meletakkan virus corona baru ini ke dalam “kotak kaca”.

Eh, Ini kok ngelantur ke mana-mana ya. Padahal saya cuma ingin share video “dakwah” covid-19 ini, dari pak ahmad, seorang ustadz yang kebetulan virolog atau virolog yang kebetulan ustadz. Langsung disimak ya video dakwahnya.. https://youtu.be/RwgCe5-jixE

Barakallah pak Ahmad.

Sumber : Status Facebook Athoillah Isvandiary

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed