by

Teka Teki PKS

Oleh: Pepih Nugraha

PKS masih berupa enigma. Partai politik bernama Partai Keadilan Sejahtera ini menyimpan teka-teki yang arahnya sulit ditebak untuk saat ini. Apalagi dengan pernyataan Ketua Bappilu PPP Sandiaga Uno tentang sudah tertutup kemungkinan membentuk “Poros Keempat”, maka pilihan PKS sejatinya hanya tinggal tiga: bergabung ke koalisi PDIP, ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) atau tetap berada di Koalisi Perubahan dan Perbaikan (KPP).

Pilihan yang sudah di depan mata jelas tetap berada di KPP selepas hengkangnya ketua umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono yang merasa dikhianati Anies Baswedan -capres yang digadang-gadang KPP- yang lebih memilih Muhaimin Iskandar sebagai cawapresnya. AHY terpental dan membuat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ayahanda AHY, turun gunung dan bicara tentang etika politik santun.

Persoalannya, setelah euforia terbentuknya pasangan capres-cawapres “Acakin” alias Anies-Cak Imin, PKS seperti layangan putus tali. Beberapa kali dalam momen penting wakil PKS tidak menampakkan batang hidungnya, termasuk saat deklarasi terbentuknya pasangan ini di Hotel Yamato, Surabaya. Pun pada rapat pertama di Nasdem Tower, PKS tidak hadir.

Tentu ketidakhadiran PKS yang masih menjadi anggota KPP memantik tanda tanya besar: ada apa ini? Pernyataan normatif yang keluar baru sebatas basa-basi politik, bahwa PKS belum mendapat persetujuan Majelis Syuro yang baru sebatas mendukung Anies Baswedan sebagai capres, tetapi belum bagi Muhaimin Iskandar sebagai cawapres.

Belum adanya keputusan politik tentang pengakuan terhadap Cak Imin ini terlihat saat PKS menggelar acara Apel Siaga di Palembang, Sumatera Selatan pada Minggu, 10 September 2023. Anies ikut serta, tetapi Muhaimin Iskandar tak dilibatkan. Juru Bicara DPP PKS M Iqbal beralasan, PKS belum memutuskan untuk mendukung Cak Imin sebagai cawapres bagi Anies karena masih harus menunggu keputusan Majelis Syuro.

Apa makna PKS bagi KPP? Tentu penting. Hengkangnya PKS akan menghapus warna Anies yang dalam kesejarahannya (melihat sepak terjangnya di Pilkada DKI 2017 yang menjadi stigma kurang sedap) dekat dengan kelompok garis keras untuk membedakannya dengan kelompok pluralis demokratis. Boleh dibilang di mana ada Anies di situ ada PKS.

Nasdem yang menjadi pelopor pencalonan Anies sebagai capres meyakini PKS tetap akan berada dalam KPP untuk mendukung “Acakin” yang mereka sebut “Amin” sebagai bakal capres dan cawapres pada Pilpres 2024 mendatang. “PKS sudah mengumumkan Anies sebagai bacapresnya. Kemudian kalau dia menolak Cak Imin, otomatis menolak Anies juga,” kata Ali Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali.

Jika benar PKS hengkang dari KPP, kata Ahmad Ali, seharusnya PKS tak melakukan konferensi pers usai deklarasi Anies-Cak Imin di Surabaya. Presiden PKS Akhmad Syaikhu, ungkap Ahmad Ali, sempat berkomunikasi dengan Muhaimin Iskandar melakui telepon.

Akhmad Ali bahkan percaya diri, pihaknya mengaku tidak masalah jika PKS hengkang dari KPP dan menarik dukungannya terhadap bakal calon presiden, Anies Baswedan.

“Itu kedaulatan PKS, kita tidak bisa memaksakan itu. Ya, saya tidak mau berandai-andai karena di setiap keputusan politik pasti selalu ada konsekuensi-konsekuensi yang kita terima,” kata Akhmad Ali seraya menambahkan, setiap keputusan partai politik tidak bisa dianggap main-main dengan alasan seluruh rakyat Indonesia menyaksikan sikap atau langkah yang diputuskan oleh partai politik.

PKS sendiri menghormati keputusan PKB dan Nasdem yang terlebih dahulu mendeklarasikan paslon capres-cawapres Anies-Cak Imin. Di sisi lain, PKS menekankan kewenangan penetapan kebijakan partai terkait pemilihan presiden dan wapres haras diputuskan oleh Majelis Syuro.

Sebagai mitra baru selepas hengkang dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang diubah Prabowo Subianto menjadi KIM, PKB langsung melakukan kerja-kerja politik sambil menunggu keputusan PKS dengan merintahkan DPW dan DPC PKB untuk berkomunikasi dengan Partai Nasdem di seluruh wilayah.

Nasdem meyakini, dipilihnya Cak Imin selaku cawapres bakal menutupi kelemahan suara Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nasdem pun berharap PKB memobilisasi warga Nahdlatul Ulama (NU) untuk meningkatkan suara pasangan tersebut.

“Dengan hadirnya Cak Imin sebagai (calon) wakil presiden, kita berharap PKB melakukan mobilisasi terhadap warga Nahdliyin,” kata Ketua Pemenangan Pemilu Partai Nasdem, Effendy Choirie atau yang biasa dipanggil Gus Choi.

Mobilisasi maknanya tidak mengajak struktural di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), namun Nahdliyin tidak dilarang untuk memilih partai politik atau sosok tertentu dalam Pilpres 2024, sehingga warga NU bebas memilih . Di sisi lain, PBNU tidak bisa melarang warganya untuk berpartai.

Pernyataan Gus Choi sekaligus menjawab amanat Ketua PBNU Yahya C. Staquf bahwa NU tidak berafiliasi kepada salah satu partai politik. Sudah menjadi guratan tangan sejarah, PKB Cak Imin dianggap sebagai “anak buangan” NU buntut dari kisruh perebutan PKB Abdurrahman Wahid dengan Cak Imin yang ternyata dimenangkan Cak Imin.

Akibatnya, Yenny Wahid, salah seorang putri Gus Dur menyatakan “menolak” Cak Imin kemanapun dia berlabuh. Artinya, sudah dapat dipastikan keluarga besar dan loyalis Gus Dur yang disebut Gusdurian tidak akan mendukung pasangan Anies-Cak Imin. LSI Denny JA pernah mengadakan sigi, bahwa warga NU yang memilih PKB Cak Imin tidaklah signifikan.

Apalagi dengan polarisasi baru di mana hadir PKS dalam tubuh KPP, limpahan suara Nahdliyin akan semakin tergerus. Mengapa demikian? Di akar rumput sulit menyatukan aliran NU yang bernapas pluralis dan demokratis dengan aliran garis keras atau Syuni dengan Wahabi. NU tidak ingin “tercemari” warna PKS. Sebaliknya bagi PKS.

Itulah sebabnya PKS berpikir keras untuk tidak segera mengumumkan dukungannya terhadap kehadiran Cak Imin sebagai cawapres. Untuk saat ini, benar bahwa PKS mendukung Anies, tapi nanti dulu kalau harus mendukung Cak Imin. Ini terkait dengan strategi meraih suara pemilihan umum anggota legislatif (pileg). Sebab dengan bergabungnya PKS dengan PKB di KPP akan mengubah cita-rasa, warna dan napas PKS.

Di sisi lain, belum kunjung lahirnya penegasan dukungan terhadap Cak Imin sebagai cawapres dimaksudkan sebagai posisi tawar untuk menaikkan harga PKS di mata KPP khususnya. Bagaimanapun, kehadiran PKS sangat penting bagi KPP.

Jika PKS hengkang, maka hanya tinggal duet Nasdem-PKB saja dengan Presidential Threshold yang pas-pasan. Istilahnya, berapapun harga yang ditawarkan PKS agar tetap berada di KPP akan dibayar tunai Surya Paloh sebagai “kingmaker” pasangan “Acakin” ini.

Untuk itulah keputusan Majelis Syuro PKS sangat menentukan dan karenanya amat ditunggu-tunggu. Jika tawar-menawar tidak disepakati KPP, pilihan PKS tinggal dua: bergabung ke koalisi Prabowo atau koalisi PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo.

Secara kesejarahan, PKS lebih nyaman bergabung ke KIM bersama Prabowo daripada bergabung ke PDIP yang mendukung Ganjar Pranowo yang selama ini kerap dihujatnya.

(Sumber: Facebook Pepih Nugraha)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed