by

Tan Malaka

Ada sebagian orang menuduh Tan Malaka sebagai Komunis tapi sebetulnya dia bukanlah Komunis seperti ajaran Stalin. Dia berbeda dengan Stalin. Dia Perantau, putra minang yang terdidik dalam keislaman.Hapal Al Quran. Membumikan adat minang dalam bersikap dan agama dalam bertindak. Alur dan Patut atau logika dan kepatutan adalah pola berpikirnya yang dikenal dengan MADILOG ( Materialisme, dialektika, logika ). Artinya logika dan dialektika bergantung pada materialisme, sebaliknya materialisme bersangkut paut dengan dialektika dan logika.
Hubungannya dengan Partai Komunis lewat sahabatnya Sardjono-Alimin-Musso tidak bertahan lama. Ketika perbedaan strategi berjuang semakin melebar diantara mereka, Tan Malaka memilih untuk memisahkan diri dari PKI dan sahabatnya setelah meletus pemberontakan kaum buruh ditahun 1926 yang berhasil ditumpas habis oleh Belanda.
Tentang sosok Tan Malaka, maka ini pendapat Prof. Moh. Yamin sejarawan dan pakar hukum kenamaan kita, dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar: “Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina.
***
Tan Malaka jatuh cinta kepada Syarifah Nawawi. Benih cinta Tan Malaka mulai tumbuh ketika pertama kali dia bertemu dengan Syarifah saat sama-sama sekolah di Kweek. Tan dan Syarifah tercatat sebagai siswa Kweek angkatan 1907. Ketika itu, siswi satu-satunya di angkatan itu adalah Syarifah. Di Kweekschool, cintanya mulai menggeliat. Sampai akhirnya Tan Malaka harus pergi ke Belanda, melanjutkan studinya.
Seperti lelaki muda lainnya, walau terpisah ribuan mil, Tan Malaka rajin berkirim surat kepada Syarifah. Sampai kemudian ia coba melepaskan ‘panah asmaranya’. Lewat surat, ia mengungkapkan rasa cintanya. Namun Apa daya, cinta Tan Malaka yang diungkapkan lewat surat itu tak berbalas alias bertepuk sebelah tangan. Syarifah si gadis pujaan menolaknya. Lebih memilih menikah dengan bupati. Setelah beranak lima dan menjanda. Tan kembali melamar Syarifah. Apa yang terjadi? Syarifah menolaknya. Sampai ajal menjemput Tan tidak pernah menikah.
Tan Malaka gugur (hilang) pada tahun 1949 atau tepatnya bulan februari atau tiga bulan setelah dia membentuk Partai Murba ( 7 November 1948). Konon menurut cerita dia ditembak mati oleh tentara republiknya sendiri yang dia bela sampai mati. Dua puluh empat tahun setelah dia resmi hilang, barulah Pemerintah memberikannya gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional ( 28 maret 1963).
Tan Malaka adalah sekian dari tokoh legendaris bangsa ini. Tokoh yang berjuang dengan caranya. Akrab dengan kaum tertindas. Taat beragama. Pandai bersiasat namun tak pernah berkompromi dengan penjajah. Dia terlahir untuk menjadi petarung menegakan kalimat Allah untuk lahirnya keadilan di bumi pertiwi. Seumur hidupnya dihabiskan dalam pengorbanan dan derita tak terbilang untuk negeri yang dia cintai.
Lantas apa yang bisa kita petik dari sosok Tan Malaka ? Keikhlasan berjuang dan berkorban untuk itu. Hakikat berjuang adalah demi tegaknya kemerdekaan politik dan ekonomi. Inilah yang harus kita teladani. Jangan sampai kemerdekaan melahirkan penjajahan baru ( neo-colonialism) dimana hak ekonomi rakyat tetap tertindas…
 
(Sumber: Facebook Diskusi dengan Babo)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed