by

Taliban di Tubuh KPK Mulai Terusik

Disanalah saya kemudian berpikir ulang tentang KPK. Bukan terhadap lembaganya, tetapi “orang-orang” didalamnya, yang jauh dari suci dan masih tergoda dunia.

Dan ketika Pilpres 2019, saat Prabowo menunjuk Novel Baswedan sebagai calon jaksa agungnya, saya mulai bertanya, “Apakah orang didalam KPK sudah masuk politik sekarang ?”. 

Ditambah atraksi mantan wakil ketua KPK, Bambang Wijoyanto sebagai pengacara BPN di Mahkamah Konstitusi yang seperti “membela yang bayar”, habis sudah kepercayaan saya terhadap sebagian orang-orang di dalam KPK.

Saya mulai bertanya-tanya…

Dan – BOOM – meledaklah informasi dari internal KPK, bahwa didalam ada yang namanya kelompok Taliban. 

Kelompok ini sangat mendominasi KPK. Mereka membangun kerajaan didalam lembaga superbody ini. Mereka berkuasa atas kasus mana yang harus diangkat dan mana yang dipendam. Ini sangat berbahaya. Senjata KPK bisa diarahkan kepada mereka yang punya pandangan politik berbeda. 

Bahayanya KPK lembaga ini sudah tercitra “suci” dan lawannya adalah “penjahat”. 

Sadar akan bahaya itu, saat pemilihan Panitia seleksi calon pimpinan KPK, Jokowi kemudian memilih orang-orang yang berintegritas untuk membersihkan “radikalisme” di dalam KPK. 

Salah satu tugasnya adalah membersihkan KPK dari unsur kepentingan, karena itu tugas Pansel kali ini lebih berat karena mengusik “kerajaan” di dalam KPK.

Benar saja. Sekarang Pansel diserang dari berbagai macam arah. LSM-LSM yang diduga adalah tentakel yang dipelihara KPK, mulai sibuk menghantam Pansel melalui pembentukan opini di media. 

“Para Taliban” di dalam KPK memang handal bermain dalam pembentukan opini, penghancuran karakter, sehingga orang yang belum dinyatakan bersalah pun sudah menjadi terdakwa. Saya pernah merasakan itu ketika mencoba membongkar adanya Taliban di dalam KPK.

Dan besok, mereka akan mulai memainkan narasi “Save KPK”. 

Ini adalah narasi yang dibangun kelompok yang sekarang mendominasi KPK, supaya calon dari Kepolisian dan Kejaksaan bisa terlempar dari bursa. Kenapa ? Karena jika Ketua KPK kelak bukan orang yang pengalaman dalam penyidikan dan penyelidikan, akan bisa diatur-atur oleh kelompok mereka.

Kelompok Taliban di dalam KPK memang ingin menguasai KPK dengan terus memperbanyak penyidik independen. Masalah “penyidik independen” yang masuk tanpa melalui tes yang benar inilah yang kemudian mencuat lewat surat dari internal KPK yang resah dengan situasi di dalam sendiri.

Salah satu narasi Save KPK adalah dengan kembali memunculkan tema “Cicak versus Buaya”. Ini maksudnya membenturkan kembali KPK dengan Kepolisian supaya orang percaya bahwa Kepolisian sedang ingin menguasai KPK.

Padahal anggota Pansel dipilih oleh Jokowi. Berarti serangan terhadap keputusan Pansel berarti bagian dari serangan mementahkan agenda Jokowi sendiri untuk membersihkan kelompok radikal di tubuh KPK.

Narasi “Save KPK” ini mirip dengan narasi “Membela Islam” tapi yang mengusung adalah kelompok radikal. Jadi hati-hati dengan pelintiran isu yang malah bisa menguntungkan Taliban di dalam KPK.

Saya setuju “Save KPK”. 

Tapi yang perlu diselamatkan adalah KPK kembali sebagai lembaga independen tanpa ada kepentingan politik pasca Pilpres didalamnya..

Seruput dulu kopinya, kawan.. 

 

(Sumber: Facebook Denny Siregar)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed