by

Survei: Pancasila Masih Laku, Mayoritas Menolak Khilafah

Sejarah Indonesia juga mencatat pergerakan serupa—yakni gagasan mengganti dasar negara menjadi hukum syariat Islam, alias khilafah. “Indonesia memiliki pengalaman sejarah gerakan Darul Islam (DI) atau Tentara Islam Indonesia (TII) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang lebih belakangan. Kini, yang secara terang-terangan mengkampanyekan cita-cita pendirian khilafah adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).”

 

Lalu bagaimana hasilnya? Apakah Pancasila benar-benar terancam?

“Sebanyak 9 dari 10 orang Indonesia tidak mendukung perjuangan ISIS. Dari yang tidak setuju itu, 91,3 persen setuju apabila ISIS dilarang dan 90 persen melihatnya sebagai ancaman untuk Indonesia,” kata Saiful Mujani, saat jumpa pers di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (4/6) sore.

Sebanyak 92,9 persen menyatakan ISIS tidak boleh hidup di Indonesia. Dari 66,4 persen yang tahu ISIS (negara Islam Irak dan Suriah), sebanyak 89,6 persen menyatakan tidak atau sangat tidak setuju dengan perjuangan mereka.

Tidak berbeda dengan ISIS, HTI yang juga mempropagandakan perombakan dasar-dasar negara Indonesia juga dapat penolakan yang tinggi. Dari 28,2 persen warga yang tahu, 56,7 persen mengetahui HTI memperjuangkan gagasan khilafah. Dan sebanyak 68,8 persen warga menolak perjuangan mereka. Sementara dari 75,4 persen yang tahu niat pemerintah membubarkan HTI, sebanyak 78,4 persen menyetujui gagasan tersebut.

Namun, dalam rangkaian survei yang sama, ada fenomena yang juga perlu diperhatikan. Di luar mayoritas masyarakat Indonesia yang menolak ISIS, ada 9,3 persen responden yang setuju mengganti NKRI dengan sistem khilafah.

Temuan lainnya: dari total responden yang tahu ISIS, ada 2,7 persen yang mendukung sistem khilafah berdiri di Indonesia. Sementara data lain yang tak bisa dikesampingkan adalah, dari total responden yang mengetahui HTI, dukungan mendirikan khilafah melonjak sampai angka 11,2 persen. Menurut SMRC, angka tersebut setara dengan 3,2 persen populasi nasional, atau setara sekiranya 8 juta orang.

Dalam laporan yang sama, SMRC juga berkesimpulan bahwa mayoritas warga belum sadar tentang khilafah atau negara Islam adalah cita-cita ISIS. Sama seperti HTI.

Penyebaran paham-paham anti-nasionalisme ini juga dipantau oleh Muhammad AS Hikam, dosen Universitas Presiden yang juga pernah menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi dalam Kabinet Persatuan Nasional pimpinan Presiden Abdurahman Wahid. Hikam, yang juga dikenal sebagai pengamat gerakan radikalisme di Indonesia, menilai nasionalisme Indonesia sedang terancam dengan makin menjamurnya kelompok-kelompok radikal yang tak segan-segan menampilkan sikap anti-nasionalisme. Kelompok-kelompok ini bahkan tak takut bersikap ektrem untuk menunjukkan intoleransi pada golongan lain.

“Kelompok-kelompok takfiri (golongan yang sanggup mengkafirkan golongan lain) ini memang sudah aja sejak lama di Indonesia. Tapi tumbuh semakin subur pasca reformasi,” kata Hikam .

“Dan dalam menanganinya kita jangan sampai salah. Mereka memang tumbuh dalam lindungan demokrasi, tapi tujuannya justru ingin menghancurkan demokrasi.”

Hikam sendiri mencontohkan HTI, sebagai organisasi yang mempropagandakan ihwal anti-konstitusi, namun di saat bersamaan berlindung di bawah HAM yang tertuang dalam konstitusi Indonesia. “Tapi apakah mereka akan mempertahankan HAM? Ya enggak mungkin, karena dalam paradigma mereka HAM sendiri adalah sesuatu yang enggak ada,” kata Hikam. Ia ingin mengingatkan bahwa gerakan-gerakan radikal yang dapat mengancam ideologi negara bisa jadi berbahaya, karena keterbukaan situasi politik yang Indonesia junjung dalam konstitusinya.

Peringatan ini sejalan dengan poin pertama kesimpulan laporan SMRC, yakni: “Dalam sebuah politik yang terbuka seperti di Indonesia sekarang, mencermati dan mendengarkan opini publik sangat penting.”

Seperti kesimpulan utama dari survei ini, Pancasila masih ideologi negara yang dijunjung tinggi warga. Sementara, “Gagasan pendirian khilafah ditolak oleh rakyat Indonesia.**

Sumber : tirto

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed