by

Sumitro Djojohadikusumo Ayah Prabowo Ini Pernah “Menghilang” Karena Dituduh Korupsi

Selain itu, Sumitro sebenarnya akan dipanggil lagi pada 8 Mei 1957. Meski dalam pemanggilan tanggal 6 dan 7 Mei dia dinyatakan tidak bersalah. Rupanya, menurut Nasution lagi, “dari sumber-sumber saluran yang dipercayainya, dia mendapatkan pemberitahuan, bahwa pemanggilan terakhir ini baginya berarti akan ditahan.”

Di mata Nasution, Sumitro punya pemikiran bahwa ditahan tanpa tahu kapan akan bebas adalah masalah besar. “Itulah sebabnya maka ia mengambil risiko, dan mengambil sikap untuk melakukan tugas yang dirasanya merupakan kewajiban nuraninya,” lanjut Nasution.

“Pada bulan Mei (1957) Dr Sumitro Djojohadikusumo, melarikan diri dari tuduhan penyalahgunaan keuangan di Jakarta, juga mencari perlindungan dengan Dewan Banteng di Sumatera Barat, sambil sering melakukan perjalanan ke luar negeri,” tulis Audrey Kahin dalam Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998 (2005: 304). Kala itu, usia Sumitro menginjak kepala empat dan punya empat anak dari Dora Sigar—Prabowo Subianto adalah anak laki-laki sulungnya.

Sumitro, menurut Djoeir Moehamad dalam Memoar Seorang Sosialis (1997: 258), “naik kereta api di Stasiun Tanah Abang menuju Merak”. Dari Merak, Sumitro naik kapal bermotor ke Lampung. Dari Lampung dia naik kereta ke Palembang. Dari Palembang dia menuju ke Padang, kemungkinan naik mobil.

Priasmoro, asisten Sumitro yang belakangan pernah jadi Direktur Utama Bapindo, pun mengikutinya. Keluarganya juga ikut pergi ke luar negeri. Tak heran jika anak-anaknya bersekolah di luar negeri.

Menurut Audrey Kahin pula, “beberapa orang buronan yang bersembunyi di daerah yang membelot secara terbuka mengundang kekuatan asing, terutama Amerika Serikat, dengan harapan memperoleh dukungan cukup untuk menentang pemerintah Sukarno.”

Terlibat dalam PRRI

Kira-kira setahun setelah Sumitro kabur, di Sumatera Barat meletus pemberontakan yang menuntut otonomi bernama Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Di mana Sumitro jadi menteri dalam pemerintahan tandingan itu.

Keterlibatan Sumitro dalam PRRI membuat pendiri PSI, Sutan Sjahrir, tampak gusar. “Sjahrir mengutus Sekretaris Jenderal PSI Djohan Sjahroezah dan Djoeir Moehamad menghubungi Sumitro di Sumatera Barat dan meminta dia menahan diri jangan sampai terhanyut oleh pergolakan daerah,” kata Rosihan Anwar—yang dekat dengan orang-orang PSI—dalam In Memoriam: Mengenang Yang Wafat (2002: 334).

Apa yang terjadi bertolak belakang dengan harapan Sjahrir: Sumitro larut dalam petualangannya bersama PRRI yang singkat usianya itu. Sumitro adalah tokoh PRRI yang tampaknya jauh dari desingan peluru. Dia turut melibatkan diri dalam PRRI dari pengasingannya di luar negeri.

Setelah pemberontakan PRRI/Permesta ditumbangkan, Sumitro bukan bagian dari orang-orang yang ditangkap. Sumitro bertahan di luar negeri hingga tumbangnya Sukarno dan pernah dihalangi untuk ikut upacara pemakaman Sutan Sjahrir pada 1966.

Setelah Soeharto berkuasa sebagai Presiden, Sumitro pulang dengan aman. Tak ada CPM yang memeriksa atas kasus yang melibatkannya. Sebuah kursi Menteri Perdagangan pun disediakan untuknya pada tahun 1968

 

Sumber : facebook Zulfikar Mahdanie

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed