by

Sri Ayati, Gadis Pujaan Chairil Anwar

Oleh: Adri Darmadji Woko
 

PENYAIR Chairil Anwar, dikenal sebagai pengagum perempuan. Ada beberapa nama perempuan yang setidaknya tinggal di hati Chairil Anwar. Namun tidak semua perempuan dapat digaetnya. Salah satunya Sri Ayati. Nama Sri Ayati diabadikan Chairi Anwar dalam sajaknya yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil”. Dalam sajak itu disebutkan ‘buat Sri Ayati”

Sri Ayati adalah seorang gadis kelahiran Tegal, Jawa Tengah, tahun 1919. Sejak berumur delapan tahun, Sri Ayati dibawa oleh orangtuanya ke Jakarta dan tinggal di Gang Seha, Pecenongan, Jakarta Pusat. Sri Ayati juga pernah tinggal di Gang Ajudant (kini Kramat II), Kwitang, Jakarta Pusat. Sri merasa sebagai anak Betawi.

Sri Ayati bersekolah di MULO Jakarta. Setamat sekolah menengah, Sri melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dia suka main sandiwara di Gedung Kesenian Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sri bergabung dengan kelompok sandiwara pimpinan Usmar Ismail. Lantaran sama-sama terjun di bidang kesenian itulah, Chairil mengenal Sri Ayati.

Sri menjadi penyiar di radio Jakarta Hoso Kyokan. Lantaran sebagai penyair itulah, Sri Ayati jadi mengenal baik Chairil Anwar. Radio itu menggantikan NIROM, radio milik Belanda yang ditutup. Kini Jakarta Hoso Kyokan bernama RRI (Radio Republik Indonesia) di Jalan Merdeka Barat 4 – 5 , Jakarta Pusat.
Rumah tempat tinggal Sri Ayati di Jalan Kesehatan V, Jakarta Pusat. Beberapa kali Chairil Anwar ke rumah Sri Ayati.

Suatu hari Sri Ayati berada di rumah. Datanglah Chairil Anwar, dengan rambut yang awut-awutan khas seniman. Ia duduk di lantai sebelah kursi yang diduduki Sri Ayati. Ketika ditanya apa maksud kedatangannya, Chairil bercerita bahwa dia baru saja mengunjungi seorang gadis yang bernama Sri. Sambil menunjuk pakaian Sri, Chairil mengataan kalau Sri yang ditemuinya juga memakai housecoat (daster) sama seperti yang dikenakan Sri Ayati. Padahal yang dimaksudkan Chairil, Sri yang ia sebutkan tak lain menyindir Sri Ayati sendiri.

Perasaan Sri Ayati biasa-biasa saja walau Chairil sering datang bertamu ke rumahnya. Hubungan perkawanan mereka hanya sebentar. Tatkala dalam kesempatan CA datang seperti hari-hari kemarin di rumahnya, Sri berpesan agar sejak saat itu Chairil tidak usah atau jangan lagi datang ke rumahnya. Sri mengaku sudah bertunangan dengan seorang dokter.

Mendengar perkataan itu, mundur teraturlah Chairil. Membawa hatinya yang galau dan rawan, Chairil berjalan-jalan ke arah utara, menuju pantai. Sampailah ia di pelabuhan Sunda Kelapa. Ia melihat suasana muram di sana sebagaimana perasaan hatinya. Dari penghayatan dan perasaan hatinya karena ditolak Sri Ayat itulah, maka Chairil menulis puisi berikut:

Chairil Anwar

SENJA DI PELABUHAN KECIL
Buat Sri Ayati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang 
menyinggung muram, desir hari lari berenang 
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak 
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap 
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan 
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

(1946)

Menurut HB Jassin, puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” mengandung perasaan hati Chairil yang rawan. Chairil merasakan kepedihan mendalam. Kepedihan itu tidak terucapkan, kecuali melalui puisinya. Mungkin saja lewat puisinya, Chairil mengutarakan perasaan akan patah hatinya pada Sri Ayati. Sri sudah bertunangan dengan dokter R.H. Soeparno. Setelah menikah, Soeparno bertugas di sebuah rumah sakit militer di kota Serang. Sri Ayati tidak tahu-menahu kalau ia dibuatkan puisi oleh Chairil.

Penyair itu tak pernah mengutarakan cintanya kepada Sri Ayati.
Sri Ayati baru tahu kalau dibuatkan puisi, ketika Mimiek (anak angkat Perdana Menteri Sutan Syahrir) bertamu ke Serang dan memberitahukan hal itu kepada Sri Ayati.

Tak lama bertugas di Serang, RH Soeparno memboyong keluarganya ke Jawa Tengah. Soeparno ditempatkan bertugas di sebuah rumah sakit militer di Magelang. Dengan demikian, Sri Ayati tak ketemu lagi dengan Chairil Anwar, sampai Chairil meninggal dunia pada 28 April 1948.

Hidup yang pendek bagi Chairil, yang meninggal dunia pada umur 27 tahun. Lain halnya dengan Sri Ayati, yang meninggal dunia di Magelang pada tahun 2009 dalam umur 90 tahun.

 

(Sumber: Facebook Adri Darmadji Woko)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed