by

Soal Usia Siswa

Apakah nilai ijasah itu menggambarkaan kemampuan akademis?

Jelas tidak. Itu bisa dibilang nilai katrolan. Tidak semurni NEM.

Jadi apa yang tersisa dalam soal penerimaan murid baru di SMP dan SMU di DKI?

Sistem zonasi dan nilai ijasah.

Jika nillai ijazah dipakai maka semua sekolah jor-joran kasih nilai tinggi bagi siswanya.

Pemda DKI pastinya sangat paham soal kongkalingkong ini.

Jadi nilai ijazah tidak bisa dipakai ukuran. Karena tidak bisa dibedakan mana anak miskin yang nilainya bagus dengan anak kaya yang nilainya bagus. Atau sebaliknya. Atau kombinasi antara dua itu.

Karena itu, supaya fair dan adil, usia yang jadi tolok ukur. Mau kaya mau miiskin. Mau nilainya bagus atau jelek. Yang lebih tua punya kesempatan masuk ke sekolah dekat rumah. Yang tersingkir karena usianya lebih muda mesti bersaing di sekolah luar zonasi.

Artinya, kebijakan Pemda DKI soal usia semata karena tidak ada tolok ukur yang bisa dijadikan acuan. Hingga boleh dikata, kebijakan ini diambil dalam keadaan darurat.

Jika sudah normal, saya rasa usia tidak akan dijadikan tolok ukur di Jakarta. Melainkan kedekatan rumah siswa dengan sekolah. Mau rendah atau tinggi nilai NEM nya.

Hingga keadilan dalam memperoleh pendidikan tetap terjaga.

Sekolah untuk semua. Guru harus menjadikan sekolah sebagai sarana pendidikan bagi semua Tidak ada favorit-favoritan.. Bukan untuk orang kaya saja.

Terlepas dari sistem darurat yang diberlakukan sekarang, kita senang bahwa sistem zonasi tetap diberlakukan dan telah mendapatkan persetujuan dari orang tua secara luas. Termasuk yang protes soal usia sebagai tolok ukur.

Ini artinya kita bisa berharap

Sekolah akan mengubah sampah jadi kompos.

Mengubah yang nakal menjadi berakal.

Mengubah yang lambat menjadi pintar dan menjadi orang yang bermanfaat.
.

Sumber : Status facebook Budi Setiawan

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed