by

Situng KPU Dan Robot Ikhlas

Mungkin nanti dimasa depan dengan berbagai kemajuan IT yang setiap saat berkembang, seperti misalnya menggunakan blockchain dan lain-lainnya, dapat mulai dipikirkan penghitungan suara secara elektronis.

Lantas apakah Situng itu menjadi mubazir? Tentu saja tidak. Situng, dalam grand design tersebut, dirancang sebagai salah satu mekanisme transparansi penghitungan suara dan sebagai alat kontrol dari masyarakat jika terjadi manipulasi suara dan kecurangan. Dengan demikian Situng bukanlah hal yang sepele, tetapi alat penting untuk mengonfirmasi perhitungan suara manual berjenjang, untuk itu Situng jangan disalahgunakan agar seolah-olah dapat menentukan hasil akhir penghitungan suara. Dengan ditampillkannya hasil scan form C1 di Situng, maka masyarakat dapat berpartisipasi untuk memonitor hasil penghitungan suara di tingkat TPS. Jika terjadi manipulasi di tingkat ini, maka formulir C1 yang sudah dipindai dan diunggah di Situng bisa digunakan sebagai referensi. Jadi kalau ditemukan penyimpangan seperti ini, maka segera dilakukan koreksi terhadap perhitungan di tingkat TPS tersebut. Nah ketika kemudian perhitungan suara naik ke jenjang berikutnya yaitu di Kecamatan, maka hal yang sama dilakukan koreksi di jenjang tersebut. Jadi mestinya kalau perhitungan suara sudah sampai ke sebuah jenjang, maka perhitungan suara di jenjang bawahnya sudah valid dan sah karena disaksikan oleh para saksi peserta Pemilu dan juga oleh masyarakat.

Sebetulnya dulu pernah terlintas ide bahwa Situng tidak usah mentranskipsi hasil pemindaian formulir C1 ke dalam angka-angka, cukup ditampilkan hasil scan formulir C1 nya saja. Namun dengan pertimbangan bahwa waktu itu baru sebagian kecil masyarakat yang melek IT, maka dilakukan transkripsi alias data entri C1 kedalam Situng, karena kalau hanya hasil scan formulir C1 saja masyarakat akan protes, karena harus menghitung sendiri angka-angkanya.

Sekarang soal aplikasi Situng itu sendiri. Dalam grand design, Situng yang tampil adalah hasil virtualisasi dari salah satu server di KPU. Karena merupakan virtualisasi maka Situng dibuat terbuka, siapapun bisa dan diberikan kemudahan untuk mengakses. Namun hal ini punya dampak sampingan yang buruk, yaitu Situng dengan mudah dapat diretas, bahkan oleh anak-anak SMA. Namun hal ini tidak terlalu menjadi masalah, karena sebagai virtualisasi dari server, pihak KPU dapat dengan mudah mengembalikan ke status sebelum diretas, karena server yang sesungguhnya tidak tersambung ke Internet.

Jadi kalau mau meretas ya harus dari dalam KPU sendiri. Tapi sekali lagi, karena yang digunakan adalah sistem penghitungan suara manual berjenjang, seandainya semua server di KPU rusak bahkan sampai hancur pun tidak akan mempengaruhi hasil akhir penghitungan suara manual berjenjang.

Karena Situng KPU merupakan sistem terbuka, maka siapa saja dapat mengambil data yang ada di Situng. Beberapa hari yang lalu ada seorang profesor yang mengaku pakar IT, dimana latarbelakangnya saya tahu persis, membuat program saja tidak bisa, dengan bangga mengirimkan file Excel hasil download database Situng kepada saya, saya jawab “kalau hanya download data seperti itu, mahasiswa informatika semester awal pun bisa melakukannya”. Karena salah satu pelajaran dalam data analytics adalah bagaimana mengunduh data server kedalam file Excel.

Lalu bagaimana dengan “pakar” IT lulusan Teknik Elektro ITB bernama Hairul Anas Suaidi yang baru baru ini presentasi di Hotel Sahid, dengan Robot Ikhlas hasil karyanya yang katanya dapat memantau Situng KPU?, Terus terang saja, hasil karya Hairul Anas Suaidi itu biasa saja dan cenderung menyesatkan publik. Seperti saya jelaskan sebelumnya bahwa Situng KPU adalah sistem terbuka. Jadi mau diunduh per-hari, per-jam, per-menit, per-detik, atau real time, ya mudah saja karena oleh KPU memang dibuat sedemikian transparan seperti itu. Bahkan mahasiswa yang semesternya agak tinggi sedikit bisa membuat salinan (mirroring) dari database Situng dengan mudah, sehingga dapat saya katakan disini bahwa Robot yang katanya dapat memantau Situng KPU bukanlah sebuah karya yang fenomenal bagi masyarakat IT. Tidak perlu menjadi seorang pakar untuk membuat aplikasi seperti itu.

Mungkin ada yang menyanggah bahwa Robot Ikhlas bukan hanya melakukan mirroring saja, tetapi dapat menemukan ribuan kecurangan dari Situng. Sekali lagi, mau ribuan, jutaan, milyaran, triliunan kesalahan atau apapun namanya di Situng, atau seandainya Situng dihancurkan sekalipun, tidak ada pengaruhnya terhadap penghitungan suara manual berjenjang.

Kalau begitu apakah sebaiknya Situng dihentikan saja? Menghentikan Situng berarti menutup akses partisipasi dan kontrol publik terhadap penghitungan suara manual berjenjang. Karena itu menurut saya biarkan saja Situng berjalan seperti sekarang, tidak usah diributkan apalagi oleh pakar IT abal-abal, karena jika pakar yang benar-benar pakar, dengan penelitian dan karya-karya yang mendunia, pasti tahu bahwa Situng KPU tidak digunakan sebagai alat penghitungan suara yang sah, tetapi hanya alat kontrol saja, yang sah adalah sistem penghitungan suara manual berjenjang. Jadi kalau mau memantau apakah dalam penghitungan suara terdapat kecurangan atau tidak, awasilah penghitungan suara manual berjenjang, bukan mengawasi Situng.

Sumber : https://marsudi.wordpress.com/…/situng-kpu-dan-robot-ikhlas/

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed