by

Siapa Yang Kaya?

Oleh : Melanie Subono

Ini satu lagi diary gue, #diarymel.

Rabu , 25 Mei 2016
17.46 WIB
Muara Sebo Ilir, Batanghari

Menit itu, gue berdiri di depan si BIANG KEROK
Biang kerok yang tahunan selalu aja jadi bahan keributan

Dia dicintai
Dia perebutkan
Dia dicari

Dia pernah dibakar hidup-hidup
Orang rela bunuh-bunuhan demi dia
Bukan cuma manusia, cuaca pun bisa berubah gegara biang kerok ini

Si merah kecil berminyak kayak bibir abis pake lipgloss

Dia biang kerok, tapi dia biang kerok GUE, KITA, di RUMAH KITA.

Kenalin, namanya si KELAPA SAWIT .

Dan hari ini gue menulis dari area seluas 5,1 jt HA yang 2,1 juta hektarnya adalah wilayah hutan dan 1,09 juta hektarnya jadi area konsesi tambang, dengan minimal 300-an konflik di area sana sejak 1999.

Di mana ada manusia, dicampur dengan alam yang kaya, maka kerakusan akan lahir.

Berakhir dengan kebakaran masiv mulai 2010.

And here I am. Kali ini berbeda dengan biasanya, kali ini gue berangkat dengan rombongan yang diberangkatkan oleh RSPO alias Roundtable on Sustainable Palm Oil.

I know banyak yang akan mempertanyakan.
But no worry, karna gue tahu di mana gue berdiri. Dan gue adalah tipe orang yang akan belajar dari semua sisi.
Buat gue akan lebih mudah membela sesuatu atas dasar yang DILIHAT sendiri, bukan sekadar KATANYA.

Perkenalan gue sendiri secara langsung dengan RSPO dimulai beberapa bulan lalu walaupun sudah pernah gue denger sebelumnya.
Dan saat perkenalan mereka menanyakan gue apa pendapat gue mengenai mereka, jawaban gue cuma satu:

“RSPO saya anggap seperti tukang cap, ibaratnya helm harus ada cap SNI agar resmi atau makanan ada cap sertifikat BPOM, ya itulah. Tidak ada yang saya salahkan, tapi belum ada yang perlu di-support juga. Karena menurut saya, percuma kalau toh yang ada di dalam sana juga para pihak gak baik yang emang sekadar butuh cap itu”

Bulan berlalu sampai datanglah undangan untuk bersama meninjau area sertifikasi mereka di sekitar Jambi.

Tanpa ragu, gue iyakan dan berangkat bersama mereka, beberapa aktivis, musisi dan belasan media dan bergabung di sana dengan yayasan Setara, jaringan pendampingan mereka.

Rombongan yang menyenangkan, ramah, pertemanan baru selama 4 hari berkeliling mulai dari Jambi, Sarolangun, Merangin, Tanjung Sehati, sampai masuk ke area perusahaan yang jelas sedang bermasalah, ASIAN AGRI di Muara Bulian.

Untuk memperpendek cerita, intinya selama perjalanan itu gue mendengarkan cerita dan presentasi demi presentasi baik dari pihak RSPO mengenai syarat mereka agar perusahaan bisa mendapatkan sertifikasi dengan pengawasan NGO2 yang bekerjasama dengan jaringan mereka, bagaimana itu dijaga dan bagaimana hal itu bisa menguntungkan petani dalam jangka panjangnya, lengkap dengan contoh petani yang dulu bahkan tidak bisa membeli motor sekarang bahkan punya mobil, pun dengan rumah mereka yang sekarang mapan.

Mungkin rasa penasaranlah yang akhirnya membuat gue lebih memilih sering memisahkan diri dari rombongan resmi dan lebih banyak ngobrol dengan para petaninya langsung selama perjalanan.
Karena toh kalau semua cerita ini benar, alangkah indahnya untuk para petani kita kan?
Dan disanalah keyakinan bahwa ini bisnis semata semakin teguh.
Satu aja contoh obrolan gue dengan seorang petani kurang lebih seperti ini.

Gue : Pak, gimana rasanya setelah barengan dengan RSPO?
Petani : Apa itu mba?
Gue : Ya itu yang baru dijelasin di dalem, kan bapak duduk juga
Petani : Oh itu mah saya gak tau, baru dikasih tau kemarin, saya mah gak paham mba sertifikat sertifikat gitu, kertas sertifikat ya?
Gue : Loh lalu sekarang gimana soal harga sawit yang bapak panen?
Petani : Ya sama aja mba , gak ada bedanya , emang gimana mba?
Gue : Nah jadi kalo gitu sehari hari nya gimana pak?
Petani : Ya gak gimana-gimana mba, bangun ya saya ke kebun, yang penting bawa uang pulang untuk keluarga, yang penting bisa makan

Dan seterusnya dan seterusnya , begitu juga dengan sekitar 7 petani lain di area yang berbeda.

(Dan saat gue mengadakan wawancara dengan mas Imam dari RSPO, mengenai kok bisa seperti itu dan apakah benar RSPO tidak pernah turun sendiri ke lapisan paling bawah, beliau membenarkan dan bilang itu baru rencana ke depannya dan selama ini memang hanya melalui jaringan pendampingan)

Oh well.

Ternyata masih sama. Petani akan sama saja nasibnya.
Kalaupun hasil yang mereka panen menghasil kan uang besar sekalipun terjual ke luar negeri, mereka hanya akan mendapatkan jumlah yang sama kok.

Mereka adalah bahan bisnis, bukan partner bisnis.
Dalam kesederhanaan mereka.

Well, sambil berusaha melupakan sisi menyesakkan itu, gue mengikuti berbagai kegiatan, mulai dari mengenal buah sawit, mencoba menanam, panen sampai melepas bibit ikan dan melihat ternak yang menjadi alternatif usaha dari masyarakat sekitar, gue mulai berpikir mengenai bisnis raksasa yang tampaknya tidak pernah bisa tersentuh.

Sedemikian besarkan hasil dari buah kecil ini? Hingga orang rela membunuh?

Well, di satu sisi gue berharap dengan segenap hati gue bahwa RSPO dan ngo ngo pendampingnya memperhatian perusahaan yang memang melenceng dari syarat awal untuk mendapatkan sertifikasi dan nama RSPO yang demikian besar pasti harus dijaga kredibilitasnya dan siapapun anggotanya yang bermasalah pasti akan dicabut atau minimal dibekukan.
Yakin.
Minimal itu harapan gue.

Terutama kalau perusahaan itu jelas merugikan rakyat.

Dan dengan pikiran seperti itu, tanpa sadar gue sudah melangkah menuju satu area dengan papan nama besar, PT IIS yang gue tau adalah anak dari ASIAN AGRI, yang JELAS bermasalah (bersama dengan PT DAS) bahkan sudah putus di Mahkamah AGUNG, dalam kasus pengemplangan pajak triliunan.

Masuk ke kandangnya langsung.

Kandang yang mematahkan harapan gue pada media yang membawa nama media nama cukup kritis, dengan biasanya gue baca tulisan mereka yang tajam tapi tidak satupun tampaknya bersuara tentang ini.

Dan akhirnya dengan memberanikan diri atas nama penasaran dan harapan, di kandang macan itu jugalah gue memberanikan diri menanyakan pertanyaan yang tampaknya dihindari semua orang.

Dan kembali gue duduk bareng Community Outreach and Engagement Manager nya RSPO dan menanyakan mengenai segalak dan se KOMIT apakah RSPO pada syarat dasar mereka yang mereka tentukan di awal akan perusahaan yang diberikan sertifikasi ini.

Dan gue pun bertanya dengan peluru data lengkap yaitu AsianAgri yang jelas terkena masalah dan PT KDA di area tidak jauh yang JELAS terlibat konflik beberapa tahun sebelumnya dan bahkan di 2015 terlibat pembakaran hutan.

Well, tampaknya harapan gue bahwa badan ini bisa menjaga kelangsungan industri dengan baik pun harus kembali hilang.

KEKECEWAAN besar buat gue saat penjelasan yang diberikan untuk kedua kasus tersebut (DAN KENAPA SAMA SEKALI TIDAK ADA TINDAKAN ATAS MEREKA) kemudian dijawab dengan serendengan bahasa dan istilah teknis tinggi yang membuat gue sebagai orang awam BINGUNG (apalagi petani) dan malah dilarikan pada sebuah proses yang berujung pada dua hal:

1. Untuk PT KDA , HARUSNYA ADA PROSES LAPORAN RESMI DLL YANG TIDAK BISA INSTAN (sesuai dengan prosedur yang memang ada dalam syarat RSPO untuk bisa menindak) dan

2. Untuk kasus ASIAN AGRI (PT IIS DAN DAS) bahwa PENGEMPLANGAN/KASUS PAJAK ini tidak related ke apa yang tertulis dan mereka jalani dalam industri yang dinaungi oleh RSPO ini sehingga tidak perlu dilanjuti.

(note: untuk transkrip wawancara jelas dan detail bisa gue email sesuai permintaan, rekaman sekalipun. Agak percuma aja ditulis di sini, karena cuma seperti membaca tata cara kerja odong odong yang muter-muter aja)

Mungkin gue orang bodoh karena masih berharap, mungkin gue orang gak nyentuh sekolahan makanya gak ngerti istilah istilah yang tinggi yang mereka sebut tapi minimal gue orang jujur yang tau di mana gue harus berpihak.

Minimal gue tidak buta untuk bisa liat SIAPA yang diuntungkan dengan dari semua lembaran kertas sertifikasi atau status apalah ini.
Depan wartawan sekalipun, petani jelas menyatakan TIDAK ADA perbedaan apapun dari penghasilan mereka. DI RUMAH MEREKA, DI TANAH MEREKA.

So, ATAS dasar ke TIDAK CERDASAN gue, maka sebelum gue makin tenggelam dalam rangkaian kata njelimet, maka gue memperpendeknya dengan mempertanyakan satu pertanyaan yang akan menjadi kunci dari semua nasib dan perubahan nasib saudara-saudara kita.

Dengan harapan terakhir,
Maka gue mempertanyakan pertanyaan terakhir gue:

“Jadi intinya mas, dengan semua kasus ini baik mau ada laporan atau gak, atau apapun itu istilahnya, kan ini JELAS merugikan masyarakat dan menyalahi syarat kalian, APAKAH RSPO sudah ada tindakan SAMA SEKALI, mengingat ini sudah TAHUNAN dan SUDAH TERBUKTI DI MAHKAMAH AGUNG dan kasus lainnya juga sudah jelas?”

Dan jawaban terakhir yang gue dapet sebelum rekaman gue matikan adalah sebuah kata pendek, jelas, singkat, padat dan MEMBUNUH harapan gue:

“BELUM“

Dan menit itu gue tau ini bisnis apa dan bahwa nasib petani masih tidak akan berubah.

Dan bahwa hari ini, kalau gue ditanya apa pendapat gue mengenai RSPO maka jawaban saya adalah:

“Kita memerlukan mereka saat kita membutuhkan cap. Sama aja kayak BpOM atau SNI dll, tapi sayangnya saat mau ketukang cetak cap, duit buat bikin capnya gak cukup, jadi harus saweran dan akhirnya yang mau minjemin duit ya orang-orang yang butuh cap itu nantinya“

Teori Odong Odong.

PS:
Sekadar tambahan data dan fakta, kenapa gue berani menanyakan dua kasus terakhir adalah karena bbrp fakta ini:
1. Gue memegang minutes of Meeting tertanggal 13 Nov 2013 termasuk siapa saja yang hadir membicarakan konflik Batu Ampar (KDA)
2. Gue memegang kertas laporan yang dimasukkan ke RSPO mengenai konflik yang ditimbulkan KDA ini tertanggal tahun 2012
3. Adanya report Side Meeting antara kawan kawan dengan RSPO di Singapore tahun 2012 dan Medan 2013
4.Adanya dokumen di tangan gue yang berisi keberatan terhadap tanah yang diambil oleh PT KDA (SinarMas melalui RSPO)
5. Dan untuk kasus, Asian Agri, well … saya rasa putusan MA sudah cukup terlalu kuat untuk dijadikan alasan pencabutan atau pembekuan, SEHARUS nya kan? ** (ak)

Sumber: blog detik

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed