by

Siapa Diuntungkan atas Perseteruan Ahok-Tempo-Teman Ahok-Relawan Jokowi?

Oleh: Niken Satyawati
 

Dinamika pra Pilgub DKI 2017 sungguh menarik untuk diikuti. Tak hanya penduduk DKI. Penduduk luar DKI pun ikut menyimak dengan seksama. Perebutan kursi untuk orang nomor satu di Ibukota Negara telah menjadi isu yang panas baik di media mainstream maupun media sosial. Dan siapa bilang hanya warga ber-KTP DKI saja yang boleh memperbincangkan soal Pilgub DKI? Tak bisa dicegah dan dihalangi, warga di luar DKI juga ingin ikut bersuara. DKI adalah ibukota negara Indonesia. Semua warga negara Indonesia berhak bicara. 

Yang cukup menarik bagi saya adalah perseteruan antara Ahok beserta pendukungnya dan Tempo. Sudah beberapa waktu terjadi ketegangan antara dua pihak ini gara-gara Tempo menurunkan laporan tentang “Barter Reklamasi”. Ahok sangat murka karena Tempo menggunakan kata “barter”. Pendukung Ahok pun ramai-ramai mengutuk Tempo. 

Saya sendiri berpendapat, sebenarnya perseteruan itu tidak ada gunanya. Sebelumnya Tempo terkesan mendukung Ahok karena memang keduanya sejalan, satu visi. Keduanya sama-sama membela kebenaran dan keadilan. Ahok sebagai kepala daerah dan Tempo sebagai media, pilar keempat demokrasi. Kredibilitas Tempo di mata saya tidak diragukan lagi, dengan dukungan awak media yang visioner, profesional dan sangat berintegritas. 

Namun ketika ada temuan baru dan diturunkan dalam bentuk laporan, langsung dibilang menyerang Ahok. Lantas Ahok dan pendukungnya balik menyerang. Padahal Tempo sebagai media papan atas dalam menurunkan laporan tentu berdasarkan fakta, bukan bukti fiktif. Dan sebuah catatan khusus bagi Ahok, di mana sifat reaktifnya benar-benar menjadi bumerang bagi dirinya. Seharusnya Ahok slow aja. Hadapi pemberitaan Tempo dengan tenang dan sikap yang elegan. Gunakan hak jawab bila perlu. Bukannya malah mengancam akan melaporkan Tempo yang ternyata juga Omdo. 

Reaksi Ahok seperti itu memancing para pendukungnya untuk ikut marah dan menyerang Tempo habis-habisan. Sedangkan Tempo bukannya mundur malah menjadi-jadi dengan menjadikan Ahok cover majalahnya, disertai dengan fakta-fakta temuan mereka. Sungguh perseteruan yang menghabiskan energi dan sebenarnya kontraproduktif karena Ahok dan Tempo sebenarnya “di pihak yang sama”, dalam arti satu visi, sama-sama memperjuangkan kebaikan untuk Ibukota dan bangsa ini. 

Belum kelar “eker-ekeran” antara pendukung Ahok dan Tempo, gantian Teman Ahok diguncang prahara. Ini hampir bertepatan dengan dicapainya target 1 juta KTP untuk Ahok. Eks Teman Ahok mengungkap kepada publik bahwa ada “uang di balik pengumpulan KTP”.  Karut marut aroma rupiah di proses pengumpulan KTP ini disusul pemberitaan adanya aliran dana miliaran rupiah ke Teman Ahok. Walaupun Teman Ahok melalui juru bicaranya, Amalia Ayuningtyas telah melakukan klarifikasi, kisah perjuangan mengumpulkan KTP itu telanjur tercoreng.

Yang paling mutakhir dan tak kalah menarik adalah ketika ada perpecahan antara pendukung Jokowi yang mendukung Ahok dan yang menarik dukungan dari Ahok. Semula, ada persepsi bahwa pendukung Jokowi pastilah mendukung Ahok. Namun kenyataannya ini tidaklah benar, apalagi ketika PDIP melakukan tarik ulur antara mendukung dan tidak mendukung Ahok, lantas akhir-akhir ini malah terlihat makin menjauh dari Ahok. PDIP bahkan terkesan arogan dengan keinginan mengusung sendiri calon yang entah siapa, tentu saja bukan Ahok. Sementara partai-partai lain seperti Golkar dan Hanura justru lagi beramai-ramai menyatakan resmi mendukung Ahok. Untuk diketahui, sebagian pendukung Jokowi adalah orang PDIP. Walaupun di luar partai juga banyak pendukung.

Perpecahan di tubuh pendukung Jokowi makin panas hingga sejumlah organisasi relawan akhirnya dikumpulkan oleh Presiden Joko Widodo, Jumat (24/6/2016). Dalam pertemuan yang dihadiri wakil dari Projo, Jasmev, KIB, Bara JP, Seknas, RPJB, Joman, Pospera, Almisbat dan Posraya itu pada intinya Presiden berharap para relawan bisa menahan diri untuk urusan Pilgub DKI, demi kepentingan yang lebih besar. Sebagai catatan, Presiden tidak mengarahkan para relawan untuk mendukung ini atau itu. 

Ketika karut marut terjadi antara Ahok dan pendukung vs Tempo, Teman Ahok vs eks Teman Ahok, pendukung Jokowi yang mendukung Ahok vs pendukung Jokowi yang tidak mendukung Ahok,  siapa diuntungkan? Tentu saja lawan politik Ahok yang sama-sama mengincar kursi DKI 1. Mereka yang terus memainkan isu murah meriah SARA untuk menjegal Ahok selama ini. Dan juga mereka semua yang telah dirugikan oleh kebijakan-kebikan yang dibuat Ahok selama ini.

Untuk menghadapi Ahok yang tak dipungkiri menjadi calon kuat baik mau maju di jalur independen maupun diusung partai, satu-satunya cara menghancurkan adalah pembusukan dari dalam. Dan agaknya proses pembusukan itu sedang berlangsung saat ini. 

Bila pembusukan segera diantisipasi, Ahok akan selamat. Bila pembusukan terus berlangsung, hati-hati, mungkin Ahok yang selama ini digadang-gadang untuk menjadi Gubernur DKI bahkan memimpin republik ini di masa depan, akan kandas di tengah jalan. Relakah 1 juta KTP yang dikumpulkan menjadi sia-sia begitu saja bila kubu Ahok akhirnya kocar kacir?

Kocar-kacir sih belum untuk saat ini. Namun bila hal ini terus dibiarkan, kubu Ahok akan benar-benar hancur. Saya sendiri selaku penonton merasa sayang bila itu terjadi. Ahok di mata saya sosok yang baik, orang yang bekerja keras dan telah menunjukkan hasil kerjanya yang tidak main-main dalam memperbaiki kondisi Jakarta. Kalau saja para kepala daerah di Indonesia bekerja seperti Ahok… 

Berikut adalah rekomendasi dari saya menyikapi karut-marut di tubuh pendukung Ahok:

1. Ahok harus memperbaiki sikap dan cara berkomunikasinya. Hilangkan sifat reaktif. Hindari mengancam. Bicara ketika sudah tenang. Apalagi ketika berhadapan dengan media. Gunakan cara-cara elegan dan pakai hak jawab serta cara lain sesuai kaidah jurnalistik bila merasa dirugikan oleh pers.

2. Pendukung Ahok sebaiknya tidak gampang terpancing untuk ikut menyerang ketika Ahok bersikap reaktif. Ada baiknya justru pendukung tetap tenang, kalau bisa membantu mengingatkan Ahok untuk tenang dan melakukan otokritik. 

3. Tempo, tetaplah menjadi pilar demokrasi. Sampaikan kepada publik fakta-fakta untuk memenuhi “right to know”  mereka. Sampai saat ini saya masih memandang Tempo sebagai satu di antara segelintir media yang memegang teguh kredo jurnalistik. Lanjutkan!

4. PDIP harus segera mengambil sikap dan keputusan politik terkait Pilgub DKI, agar pendukungnya juga tidak terombang-ambing. Ingat kasus-kasus di Pilkada yang sudah-sudah ketika PDIP melepaskan calon yang kuat, dan malah berpihak pada kader pilihan PDIP sendiri. Ingat ketika arogansi justru membuat  kursi kekuasaan lepas.

5. Pendukung Jokowi hendaknya mengikuti imbauan Presiden, tetap berada di jalur, menahan diri dari keikutsertaan dalam hiruk pikuk menjelang Pilgub DKI. Jangan sampai membuat pernyataan yang kontraproduktif. 

(Sumber: Kompasiana)

Foto: Kompas.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed