by

Sexynya Menggoreng Isu China

Di belahan dunia lainnya pun biasa kan ada tenaga asing? Hingga jutaan warga negara Indonesia membanjiri negara lainnya. Misal di Hongkong yang jumlah penduduknya sekitar 7 (tujuh) juta jiwa, dipenuhi oleh 165.000 pekerja atau buruh migran Indonesia (BMI) yang menggeluti berbagai jenis pekerjaan di sana. Itu artinya sekitar 2 (dua) persen dari jumlah penduduk Hongkong, dan itu belum termasuk tenaga asing dari negara lainnya. Lalu apakah pemerintah Hongkong disebut antek Indonesia dan khawatir akan dicaplok oleh Indonesia?

Yang lebih ekstrim lagi adalah Singapur yang penduduknya beragam dengan jumlah kira-kira 6 juta jiwa, yang terdiri dari keturunan Tionghoa, Melayu, India, Arab, berbagai keturunan Asia, dan Kaukasoid, nyatanya 42% penduduk Singapura adalah orang asing yang bekerja dan menuntut ilmu di sana, termasuk dari Indonesia. Pekerja asing membentuk 50% dari sektor jasa. Tapi rakyat Singapur tidak rewel, bahkan negaranya justru maju.

Saat menjelang Pilpres yang baru lalu, isu TKA asal China begitu heboh dan menjadi sangat sexy, hingga mendorong DPR RI yang dipimpin oleh Dede Yusuf harus sidak langsung ke Morowali. Hasilnya ternyata tidak seperti kabar yang digoreng sampai gosong itu. Begitu pun video yang banyak beredar akhirnya terungkap bila itu hanya rekaan alias hoax.

Lalu benarkah ada TKA asal China? Tentu saja betul dan benar, hanya saja jumlahnya tidak jutaan apalagi hingga puluhan juta, atau sekitar 0,01% saja dari jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai hampir 270 juta jiwa. Lalu mengapa terkesan banyak? Begini ceritanya. Karena itu investasi dari China, maka tentu saja tenaga ahlinya pun dari China. Sedangkan pekerja secara umum tentu saja dari Indonesia, dan itu artinya membuka lapangan kerja baru sejumlah 28.000 dan masih akan terus bertambah lagi.

Lalu siapa rombongan yang banyak itu? Mereka adalah tenaga khusus yang dikirim untuk memasang peralatan agar efisien dan bisa cepat beroperasi. Sebab bila dari Indonesia, pastilah akan melalui proses yang panjang, dan itu kerugian waktu dan biaya bagi investor, karena harus melalui proses pelatihan dan sulitnya membaca atau mengartikan bahasa kanji China pada manualnya.

Sedangkan bila menggunakan tenaga China langsung, tentu akan jauh lebih praktis dan ekonomis. Setelah selesai, tentu saja mereka kembali ke China, karena status mereka adalah pekerja yang memang bertugas di perusahaan pusat di China, dan bukan untuk penempatan di Indonesia. Nah saat kedatangan dan kepulangan mereka itulah yang direkam lalu dijadikan gorengan oleh kaum dung dung pret.

Sekarang muncul lagi isu bahwa pemerintah akan mendatangkan banyak TKA asal China, padahal di Indonesia sendiri banyak yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja alias PHK akibat dampak pandemi Covid-19. Apakah itu benar? Itu juga benar. Tapi tentu saja tidaklah sekarang dimana situasi negeri ini sedang fokus melawan si corona yang datangnya justru dari China.

Lalu kapan? Ya tunggu nantilah bila negeri ini sudah kondusif. Masa iya begitu kemitraan terjalin langsung TKA-nya dikirim. Ya tentulah ada proses panjang yang harus dilalui. Tapi mengapa harus TKA asal China? Mengapa tidak orang Indonesia saja?

Begini logika sederhananya, TKA asal China itu akan bekerja di perusahaan mereka sendiri yang berinvestasi di Indonesia. Lalu mengapa kalian yang jadi pusing? Kalian ini sudah berbuat apa untuk negeri ini? Eh.. lagipula mereka ke Indonesia itu bukan untuk menjadi pegawai BUMN, atau jadi PNS, apalagi hingga akan merebut Indonesia. Karenanya tak heran bila Hardiono atau para penyebar video hoax TKA asal China harus diciduk agar merasakan seperti apa rasanya meringkuk di balik jeruji besi akibat perbuatan bodohnya itu.

Alasan lainnya adalah pada kualitas SDM dan tenaga kerja Indonesia yang masih ketinggalan dibanding negara-negara tetangga. Sebut saja dari segi literasi dan juga produktivitas tenaga kerja. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University tentang literasi dengan mensurvei 61 negara, Indonesia ternyata nangkring di posisi hampir paling bawah (ranking 60). Indonesia masih ketinggalan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang ada di peringkat 53. Singapura di ranking 36 dan Thailand di rangking 59, tepat satu peringkat di atas Indonesia.

Kalau sudah seperti ini, lalu dimana letak anehnya? Ah sudahlah.. pokoknya Jokowi harus salah dan harus bisa disebut sebagai 3A atau antek aseng asing. Dan nasib penulis pun harus terbiasa disebut sebagai penjilat dan buzzer yang membabi buta membela Jokowi..

Salam Tabayyun untuk NKRI Gemilang 

Sumber : Status Facebook Wahyu Sutono

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed