by

Serangan Pemanasan Terakhir Pembela yang Putus Asa

Bambang Widjojanto sudah kehilangan tajinya. Dia sudah tidak lagi layak dijadikan rujukan manakala dia pernah ditersangkakan terlibat menghadirkan saksi palsu saat dia menjadi pembela sengketa Pilkada Kota Waringin Barat di MK tahun 2010. Hanya nasibnya beruntung karena diselamatkan secara politik atas desakan beberapa aktivis sehingga kasusnya di-deponering (dikesampingkan demi kepentingan umum) oleh Kejaksaan Agung. Semua orang tahu, dalam kasus deponering sangat kental nuansa politik bukan berarti dia tidak bersalah. Dan itu adalah kelemahan mendasar pranata hukum di Indonesia. Semua jadi tidak jelas dan tidak tuntas.

Saat Bambang Widjojanto ditempatkan menjadi anggota TGUPP Provinsi DKI Jakarta aura Intelektual yang dulu pernah ada menjadi sirna seketika. Karena sudah menjadi rahasia umum TGUPP yang berjumlah jumbo 73 orang itu hanyalah akal-akalan Anies Baswedan untuk memberikan balas jasa bagi para Timsesnya. Dan lebih konyolnya lagi selama hampir 2 tahun, tidak ada hasil karya apapun yang dihasilkan oleh Bambang Widjojanto di TGUPP yang bisa dirasakan rakyat Jakarta. Gaji mahal yang dibayarkan oleh APBD DKI Jakarta kepada mereka ternyata hanya terbuang sia-sia. 

Serangan Bambang Widjojanto dalam menggugat kemenangan Jokowi dalam pra sidang MK pun juga cukup menggelikan bahkan lebih menjurus memalukan. Dia menuduh Jokowi menyumbang dana kampanye Rp 19,5 Milyar dari kantong pribadi, ternyata lagi-lagi itu tuduhan palsu. Karena berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Anton Silalahi atas permintaan KPU dana kampanye TKN Jokowi-MA “clear n clean” dan tercatat Jokowi menyumbang Rp 0,-. 

Gagal menyerang Jokowi, Bambang dengan tak kenal malu menyerang status KH Ma’ruf Amin yang katanya pegawai BUMN makanya layak didiskualifikasi. Lagi-lagi serangan yang kental aroma kebodohan. Posisi KH Ma’ruf Amin adalah Dewan Pengawas dan jelas dalam UU bahwa status Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah adalah anak perusahaan dari Bank Mandiri dan BNI yang otomatis tidak termasuk kelompok BUMN. Mungkin saking paniknya Bambang Widjojanto tidak sempat baca dan mempelajari UU Perbankan. Atau hanya sekedar menebarkan HOAX ? Entahlah.

Yang jelas apa yang dilakukan Bambang Widjojanto hanya sekedar “Psy War” untuk mencoba mengganggu fokus dan konsentrasi para Hakim MK. Karena selisih suara antara Jokowi dan Prabowo yang sebesar 11% bukan perkara mudah untuk disengketakan. Hanya sayangnya perang urat syaraf yang dilancarkan lelaki kelahiran Jakarta, 18 Oktober 1959 ini terlalu cemen alias murahan. Atau mungkin hanya sekedar pengalihan isu karena bukti-bukti gugatan yang dimiliki sangat minim ? Hmm..lagu lama.

Harapan saya Bambang Widjojanto masih punya martabat untuk menyisakan sedikit saja intelektualitasnya sebagai mantan aktivis pembela hukum di Indonesia. Jangan asal membela yang bayar tapi menafikan yang benar. 

Btw kasus yang menimpa adik kandung Bambang Widjojanto yaitu Hariyadi Budi Kuncoro yang menjadi tersangka kasus korupsi Rp 37,9 milyar atas perkara pembelian 10 mobil crain di PT. Pelindo II apa kabarnya ? Sungguh sangat Ironis, sang kakak pernah menjadi Wakil Ketua KPK tapi adik kandungnya tersangkut perkara korupsi puluhan milyar.

Hmmmm….. memang tidak mudah berkaca pada diri sendiri ya kawan !!!

Salam SATU Indonesia,
13062019

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed