by

Semua Pakaian Itu Sekuler, Tidak Ada yang Religius

Oleh: Sumanto Al Qurtuby
 

Semua jenis pakaian–tanpa kecuali–itu sekuler karena produk kebudayaan manusia. Manusialah yang membuatnya “religius”. Manusialah yang membuat pakaian itu “beragama”. Pakaian yang dikenakan kaum perempuan dari agama manapun juga sama: sekuler. Emang Tuhan yang membuat pakaian? Dalam Islam, tradisi berpakaian untuk perempuan, entah itu bernama hijab, niqab, burqa, chador (di Iran), khimar, faranji (di Asia Tengah), dlsb adalah “kebudayaan sekuler”.

Tradisi berbusana menutup aurat bagi perempuan atau katakanlah “tradisi berhijab” sudah dipraktekkan jauh sebelum Islam lahir pada abad ke-7 M. Sejarah berhijab itu misalnya sudah ditemukan pada abad ke-13 SM di sebuah teks hukum di Assyria. Memakai hijab pada waktu itu terbatas untuk perempuan elit (“bangsawati”) sekaligus untuk membedakan dengan “perempuan biasa”.

Kebudayaan Yunani kuno juga mempraktekkan tradisi hijab ini. Lihat saja dengan cermat, patung-patung perempuan di zaman peradaban Helenisme Yunani juga kadang-kadang mengenakan penutup kepala dan bahkan wajah. Caroline Galt dan Lloyd Llewellyn-Jones, begitu pula Homer, sastrawan kuno kondang dari Yunani, penulis Odyssey, juga mengonfirmasi tentang penggunaan hijab ini di zaman Yunani kuno. Bedanya dengan “Assyria kuno” adalah di Yunani kuno, praktek berhijab bukan hanya untuk “kelas elit” tapi juga untuk perempuan biasa.

Tradisi berhijab ini juga dipraktekkan dalam agama Yahudi dan Kristen. Simak saja ada sejumlah ayat dalam kitab suci Yahudi (Talmud) maupun kitab suci agama Kristen (baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, misalnya saja di Surat Kejadian, Keluaran, Korinthus, dll) yang mengisahkan tentang hijab ini. Itulah sebabnya mengapa sejumlah kelompok Yahudi Ortodoks (seperti kelompok Yahudi Heradi) dan Kristen ortodoks kontemporer (Katolik, Amish, Old Order Mennonites, Gereja Kristen OrtodoksTimur, dlll) masih mengenakan hijab ini. Foto di bawah ini hanyalah sekedar contoh saja dari sejumlah kelompok suster Katolik dan Kristen Amish yang mengenakan hijab.

Dalam sejarahnya, penggunaan hijab ini, baik dalam Yahudi maupun Kristen, adalah simbol kesederhanan dan kepantasan. Perintah penggunaan penutup kepala bagi perempuan itu seperti larangan mengenakan topi bagi laki-laki saat berada di dalam gereja (begitulah pesan Santo Paulus). Karena itu jika ada umat Kristen dan Yahudi kontemporer yang menolak hijab sebetulnya mereka telah mengingkari dan menolak asal-usul dan warisan sejarah dan tradisi agamanya sendiri. Begitu pula, klaim umat Islam yang mengaggap hijab adalah tradisi dan “properti” mereka saja adalah keliru besar…

 

(Sumber: Facebook Sumanto AQ)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed