by

Sekolah Akting Untuk Kyai

Seni akting mengajarkan gaya bicara menggerakkan anggota tubuh, gestur dan mimik wajah. “Bahkan cara batuknya bisa niru kyai ” katanya.
“Kalau anda tidak fasih bahasa Arab juga tak mengapa. Mboten nopo nopo. Katakan, ‘sesuai Hadis Nabi Besar kita, ‘yang artinya: ‘ ….. jadi nggak usah pakai bahasa Arabnya nanti ketahuan salahnya, ” kata Gus Mus disambut gelak tawa jemaah.
Dituturkannya tentang sahabatnya, Ikranegara, aktor teater profesonal yang bisa memainkan peran Kyai Hasyim Asy’ari dalam film “Sang Kyai” (2013). Ikranagara bukanlah seorang santri. Juga film “Sang Pencerah” (2010) yang menghadirkan aktor non muslim dan memerankan Kyai Ahmad Dahlan.
Yang dipersoalkan oleh Gus Mus bukan akting yang di film. Melainkan akting di dunia nyata. Tentang orang orang yang tak punya ilmu agama tapi ngaku ngaku dan dapat julukan “kyai” dan “ulama”. Dan sedang marak sekarang ini.
PADA zaman dahulu kala, kata Gus Mus, yang telah menulis 16 judul buku, antara lain “ensiklopedi Ijma” – sebutan kyai lahir dari masyarakat. Karena kyai berkarya nyata. Tak hanya mengajarkan agama, melainan juga mengajar bercocok tanam, berdagang, meminjamkan uang, memberikan pengobatan (suwuk alias doa), membantu mereka yang belum ada jodoh, bahkan juga mengusir tikus di sawah.
Sebutan kyai itu hanya dari masyarakat. Beda dengan sekarang kyai bisa lahir dari kampus, semata mata menguasi ilmu dari teori, juga jadi kyai berkat julukan yang diberikan media, dari pemerintah dan parlemen. Dan bahkan juga partai.
Dikisahkannya : ada tokoh partai membelikan seragam kyai kepada 200 orang. Lalu foto bareng sambil memberikan keterangan kepada wartawan. “Kami sudah mendapat restu dari para kyai, ” katanya disambut tawa jemaah.
Ilmu baru dari pengajian beliau bukan semata mata “kyai hasil akting” namun juga baru saya ketahui bahwa istilah “Gus” itu bukan hanya sebutan anak seorang kyai besar. Berdarah biru NU. “Gus” yang sebenarnya adalah, “anak kyai yang lagi belajar agama tapi belum jadi kyai”.
Ada kekacauan di sini karena tokoh sekaliber KH Aburachman Wahid dan KH Mustofa Bisri masih disebut ‘Gus Dur’ dan ‘Gus Mus’. “Artinya kami belum layak disebut kyai, ” kata ulama 76 tahun ini sambil terkekeh.
Sebagai orang Jawa saya bukan hanya suka nonton wayang, hapal gaya pedalangan Ki Seno Nugroho, Ki Entus Susmono, Ki Anom Suroto dan Ki Mantep Sudharsono, melainkan juga ngaji juga sama Gus Mus, Gus Baha, Gus Miftah, dan Gus Gus dari NU lainnya. Tentu saja lewat Youtube. Subhanallah. **
 
Sumber : Status Facebook Supriyanto Martosuwito

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed