by

Sekali Lagi Tentang KPK

Gerakan “kelompok sok merasa maha benar” ini semakin mencari perhatian publik…, dan sensasi dengan pengunduran diri Saut Sitomorang.

Padahal kita semua tahu…, tidak mundur pun Saut harus mundur pada Desember 2019…, karena masa pengabdian yang memang sudah selesai.

Alih-alih mendapat perhatian dari Presiden…, yang terjadi Presiden Jokowi justru hanya menyatakan…, bahwa mundur itu adalah hak dan menghormati keputusan Saut.

Langkah zig-zag Saut…, ternyata diikuti Ketua KPK Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarief (note : Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata tidak ikut).

Namun…, statement Agus tampak lebih halus dan penuh aroma kebimbangan.

Dia hanya menyerahkan pengelolaan KPK kepada Presiden.

Dia menunggu instruksi Presiden…, apakah masih ditugaskan mengelola KPK sampai akhir masa tugasnya Desember 2019 nanti atau tidak.

Bagi yang mengerti sistem ketatanegaraan…, pasti akan tertawa terbahak-bahak terguling-guling melihat ulah ‘childish’ dari Agus Rahardjo dan kawan-kawan.

Dalam UU ditegaskan…, KPK adalah lembaga negara independen…, dan bukan lembaga pemerintah di bawah Presiden.

Agus dan kawan-kawan hanya seperti orang yang terlihat gamang dan tidak percaya diri…, yang sedang mencari simpati dan dukungan publik…., tapi dilakukan secara konyol dan norak.

Alangkah baiknya…, jika Presiden menegur keras sikap ambigu dari Agus Rahardjo dan kawan-kawannya itu.

Agus Rahardjo harus diminta memberikan sikap yang tegas…; apakah masih mau meneruskan tugasnya atau sudah lempar handuk putih menyerah kalah.

Kalau Agus dan kawan-kawan memutuskan mengundurkan diri…, Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara bisa segera menunjuk pejabat pelaksana tugas sampai dilantiknya Pimpinan KPK periode 2019 – 2024…, pada Desember 2029 nanti.

Negara tidak boleh takluk dan tunduk dengan kemauan sekelompok orang…, yang ingin membuat KPK negara dalam negara.

Kelompok yang anti revisi UU KPK…, adalah kelompok yang ingin membuat KPK mempunyai kekuasaan absolut dan tidak tersentuh.

Kelompok yang ingin menyudutkan Presiden Jokowi ini…, sekarang bercokol kuat di tubuh KPK…, dan disamarkan dalam bentuk wadah pegawai KPK yang dikuasai kelompok tertentu.

Kita semua ingin KPK kuat dan bekerja dengan profesional…, tapi KPK tidak boleh dibiarkan menjadi lembaga absolut tanpa pengawasan…, dan merasa memegang otoritas tertinggi hukum di Indonesia.

Biaya operasional KPK dan gaji para pegawai KPK itu…, berasal dari uang rakyat Indonesia…, jadi jangan biarkan mereka bertindak seenaknya…, semau-maunya.

Pimpinan KPK yang baru sudah terpilih…., mungkin kita juga tidak puas dan meragukan integritas personal mereka.

Tapi…, hal ini sudah menjadi keniscayaan proses demokrasi…., jadi kita ikuti saja kiprahnya nanti seperti apa.

Kalau mereka melenceng dan membuat performa kerja KPK melempem…, nanti kita sikat mereka ramai-ramai….; gitu aja kok repot.

Sekarang kita pelototi peran Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB)…, sebagai wakil pemerintah yang ditugaskan Presiden Jokowi untuk mengawal pembahasan revisi UU KPK di DPR.

Mereka harus bekerja keras…, untuk memastikan poin-poin yang diinginkan Presiden Jokowi memperkuat institusi KPK dapat disetujui DPR.

Mungkin lebih baik pembahasan revisi UU KPK ini diserahkan pada DPR RI periode 2019 – 2024 dan anggota kabinet kerja Jokowi jilid II…., jadi tidak terburu-buru dan grusa-grusu.

Lagi pula…, siapa tahu Menkumham Kabinet Kerja Jokowi Jilid II lebih kualified dan lebih profesional…, dibanding yang sekarang.

Kita tunggu saja.

Rahayu

Sumber : Status Facebook Buyung Kaneka Waluya edited…)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed