Penceramah juga jarang yang dipanggil “ustad”, kecuali Ustad Zainuddin MZ atau Ustad Kosim Nurseha, dua di antara dai populer di zaman old yang saya suka ceramah-ceramahnya. Sepertinya sebutan “ustad” ini bermula di kelompok Islam kota, khususnya Kota Jakardah. Sebutan ini kini semakin populer siiring dengan pengaruh Arabisasi di Indonesia.
Bagaimana dengan sebutan “ustad” di negara-negara lain? Menurut sejumlah kolegaku, sebutan “ustad” di Mesir adalah untuk “professor”. Hal yang sama juga di Saudi. Kata “ustad” adalah untuk dosen yang mengajar di perguruan tinggi (yang biasanya bergelar doktor). Kalau untuk guru madrasah (dari Madrasah Ibtida’iyah sampai Madrasah Aliyah), sebutannya “mudarris”. Perlu dicatat, sebutan “ustad” ini bukan hanya untuk Muslim saja tetapi juga untuk non-Muslim.
Di Mesir, masih menurut kolegaku yang dari Mesir, penceramah disebut “dai”. Kata “muballigh” tidak dikenal dan kurang populer. Kata “muballigh” itu, menurutnya, untuk sebutan “tukang pidato” di zaman nabi dulu yang kini jarang dipakai.
Di Aljazair lain lagi. Menurut kolegaku yang dari Aljazair, kata “ustad” adalah sebutan untuk guru baik guru Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), Madrasah Aliyah (setingkat SMU) maupun dosen di perguruan tinggi. Kalau guru SD, sebutannya “muallim”, bukan “ustad”.
Yang menarik adalah di Pakistan (dan juga India). Menurut kolegaku yang dari Pakistan, “ustad” adalah sebutan untuk profesi dan keahlian apa saja: tukang ngajar, tukang montir, tukang salon, tukang nyopir, tukang insinyur, tukang masak (chef), dlsb. Pokoknya mereka yang punya keahlian atau skill tertentu disebut “ustad”. Khusus untuk “pengajar”, lebih populer disebut “guru”.
Karena “ustad” adalah “kata generik” untuk profesi dan skill apa saja, maka ilmuwan atau dosen universitas kurang atau bahkan tidak suka kalau disebut “ustad”. Kalau ada orang yang memanggil seorang dosen dengan sebutan “ustad”, maka ia balik tanya: “Kau kira saya montir?”
Begitulah man-teman, lain ladang memang lain belalang, bukan? Bukaannnnn
(Sumber: Sumber: Facebook Sumanto Al Qurtuby)
Comment