by

Sandiaga Bilang Banyak Anggota Keluarganya Alami Gangguan Jiwa

 
 
“Anggota keluarga saya banyak yang mengalami depresi, stres, dan lain sebagainya,” kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
 
 
Sandiaga mengatakan keterbukaannya itu bukan kali pertama. Ia menyampaikan gangguan jiwa adalah realitas dalam kehidupan metropolis. “Diskursus kita di sini kan mengangkat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai fenomena yang biasa. Sedangkan kalau kita lihat di masyarakat kita, kalau ada yang gangguan jiwa, malu. Ketawa-ketawa kayak kita barusan tadi,” kata dia.
 
Sandiaga prihatin banyak keluarga yang masih menganggap gangguan kejiwaan sebagai aib. Mereka pun memilih untuk menyembunyikan anggota keluarganya yang mengalami gangguan kejiwaan. Terlebih, masyarakat juga masih menjadikannya sebagai bahan tertawaan.
 
Kondisi tersebut menjadi salah satu kendala yang membuat orang dengan gangguan kejiwaan sulit dijangkau. Dinas Kesehatan DKI bahkan tak memiliki data sebaran orang dengan gangguan kejiwaan. 
 
Sandiaga mengatakan masyarakat tak seharusnya menganggap hal itu sebagai stigma. Ia menyayangkan masih ada 10 persen orang dengan gangguan jiwa di DKI yang belum mendapatkan rawat inap. Bahkan, mereka sama sekali tidak mendapatkan perawatan, apalagi obat.
 
“Bayangin kalau orang nggak minum obat, sakit itu kan akan lama. Dampaknya akan lebih dahsyat lagi. Jadi harus dikasih obat. Harus dikasih treatment,” kata dia.
 
Sebagai salah satu bentuk keberpihakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI memutuskan untuk melanjutkan program Ketuk Pintu Layani dengan Hati (KPLDH) yang telah ada sejak pemerintahan sebelumnya. Program ini diperluas lagi untuk dapat mencakup gangguan kejiwaan.
 
Sandiaga sebelumya melaporkan program KPLDH Dinas Kesehatan Provinsi DKI baru menjangkau 4.000 warga yang mengalami gangguan jiwa. Hasil perluasan data menunjukkan total orang dengan gangguan jiwa di wilayah ini mencapai 11.000 orang.
 
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengoreksi data tersebut. Menurut dia, prevalensi gangguan jiwa di DKI mencapai 1,1 per mil dari total keseluruhan warga atau sekitar 14.000 jiwa. Jumlah ini mencakup orang dengan gangguan jiwa berat dan gangguan jiwa ringan.
 
Dari jumlah tersebut, 4.600 orang telah teridentifikasi melalui program KPLDH pada 2017. Ini belum termasuk warga binaan di panti-panti sosial.
 
Sebanyak 10 persen dari total orang dengan gangguan jiwa di DKI membutuhkan rawat inap. Artinya, ada sekitar 1.400 orang yang kini belum terlayani fasilitas tersebut.
 
(Sumber: Republika)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed