by

Sambungan Drama Epic Prabowo dan SBY

Beberapa orang dalam kolom komentar dan via inbox tidak setuju bahkan ada beberapa yang orang yang mengecam keras. Mereka bilang saya sok tahu atau ngawur. Sengaja saya tidak meng-counter langsung keberatan mereka, pertimbangan saya : pertama, karena saya berempati dan menghormati suasana duka atas meninggalnya Ibu Ani Yudhoyono ; kedua, karena saya hafal betul karakter dan sifat kedua jenderal kardus itu. 

Hari ini melalui sahabat saya Mbak Clarins Paijo saya mendapatkan link pemberitaan media bahwa ternyata prediksi dan analisa saya akurat alias benar adanya. Tulisan ini hanya merupakan informasi kepada para sahabat saya yang kebetulan berteman dengan saya di akun FB saya maupun sahabat publik yang kebetulan membaca tulisan saya, bahwa saya tidak pernah “ngasal” memberikan statement maupun analisa masalah. Semua pemikiran saya selalu saya dahului dengan studi literatur maupun berasal dari berbagai sumber yang akurat kemudian saya godok dalam logika saya pribadi.

Namun bukan berarti pemikiran atau prediksi saya selalu benar. Tapi yang jelas saya selalu menabukan HOAX dan ujaran kebencian dalam setiap postingan saya. Kalau tulisan saya dinilai tegas dan keras dalam memotret suatu peristiwa bagi saya itu bukan ujaran kebencian tapi adalah hak prerogatif saya untuk bersikap. Dan sikap saya mungkin berbeda dengan sahabat saya yang lain, bagi saya itu tidak ada masalah. Bahkan Lebih baik agar saya bisa banyak belajar dengan perspektif orang lain terhadap suatu peristiwa atau masalah. 

Kembali ke masalah drama Epic antara SBY dan Prabowo pasca Pilpres 2019. Bagi saya biasa saja dalam politik di Indonesia yang pada kenyataannya belum matang. Perubahan sikap antar elite politik masih tergolong aman terkendali meskipun bisa dipersepsikan terkesan plin-plan. Karena hampir semua partai di Indonesia mempunyai platform organisasi yang rada-rada mirip dan hanya berbeda kata atau kalimat. (Kecuali PKS)

Jadi kesimpulan saya bahwa sampai kapanpun SBY dan Prabowo (baca : PD dan Gerindra) tidak akan pernah berhasil membentuk koalisi permanen, karena figur sentral dari kedua partai tersebut merupakan pribadi yang tidak mempunyai chemistry yang klop. Pun pula koalisi Partai Demokrat dan PDIP. Kedua partai tersebut menurut saya juga tidak akan pernah bisa membentuk koalisi yang langgeng karena pada dasarnya figur sentral dari kedua partai itu mempunyai rekam jejak yang tidak bisa akur. Kecuali suatu nanti mereka sudah tidak ada di dunia ini dan digantikan oleh generasi pewaris dari kedua pimpinan partai tersebut.

Prediksi saya pasca meninggalnya Ibu Ani Yudhoyono, kendali organisasi Partai Demokrat akan diserahkan kepada AHY dan PDIP akan memberikan porsi kekuasaan yang lebih kepada si putri mahkota PM. Apakah setelah itu mereka bisa akur dan bisa membentuk koalisi permanen ? Belum tentu juga, karena secara pribadi di mata saya kedua partai tersebut bukan partai ideal dalam arti yang sebenarnya. Kedua partai itu saat ini menurut saya hanya merupakan kerumunan SBY Fans Club dan Megawati Fans Club. Apalagi mereka mengelola partai seperti membangun dinasti kerajaan dimana pucuk pimpinan partai hanya diwariskan, tidak melalui seleksi kader yang seharusnya. 

Kecuali pasca tahun 2024 nanti Megawati mau ikhlas menyerahkan tampuk pimpinan partai kepada Jokowi. Nah itu baru saya bisa berharap lebih banyak terhadap partai itu. Kalau di partai tersebut masih kekeuh kumekeh menerapkan sistem warisan klan Soekarno semata, hmm….mohon maaf saya hopeless. 

Paling suatu saat nanti saya akan bilang lagi, Nah apa saya bilang kan ?

Salam SATU Indonesia
09062019

[Gerindra Jelaskan Alasan Pernyataan Prabowo soal Ani: Permintaan SBY] http://share.babe.news/s/eycwMec

(Sumber: Facebook Rudi S Kamri)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed