by

Saat Melakukan Kejahatan, Saat Iman Kepada Allah Hilang

Oleh: Otto Rajasa
 

Orang2 yg beriman melakukan perbuatan baik dan buruk paling utama dipengaruhi oleh pengawas external yaitu Allah dan para malaikatnya. Mereka berbuat baik demi ridha/kesenangan Sang Pengawas External yaitu Allah. Hal ini memiliki implikasi thd rasa ikhlas. Orang2 beriman rela membantu orang lain tanpa mengharapkan balasan dari penerima kebaikan. Inilah nilai altruisme/pengorbanan mereka. Dan ini sungguh menenangkan. Orang2 beriman hanya mengharap balasan dari Allah apabila Allah Sang Pengawas senang atas perbuatan mereka dan dengan demikian memberikan balasan berupa kesenangan di surga yg abadi. Meskipun ada “pamrih” disana tetapi pamrih itu ditunda seolah piutang jangka panjang.

Kelemahannnya adalah saat orang2 beriman sesaat at beberapa saat kehilangan rasa yakin, percaya at iman thd Sang Pengawas ; entah ragu keberadaan-Nya atau ragu bahwa dirinya sedang diawasi oleh Allah maka sekejap itu pula si orang beriman berbuat jahat sebesar2nya dan sebanyak2nya hingga rasa iman bahwa ia sedang diawasi Allah itu kembali. Hal ini sangat berbahaya. Makanya tak jarang kita mendengar seseorang yg sangat rajin beribadah tiba2 melakukan kejahatan yg sangat keji seolah tak memiliki peri kemanusiaan lagi. Ia berbuat jahat saat imannya pada Sang Pengawas External turun at luntur.

Baik dan buruknya seorang yg beriman sangat dipengaruhi faktor external, faktor Sang Maha Pengawas. Saat imannya baik, ia akan melakukan yg terbaik, melebihi kemuliaan emas dan berlian. Ia akan menjadi spt Mother Teresa. Sesaat kemudian ketika imannya turun at hilang ia akan tiba2 bisa menjelma menjadi Ryan Sang Pembunuh Berdarah Dingin dari Jombang.

Interpretasi Pribadi atau Misinterpretasi?

Kelemahan yg lain seorang beriman adalah saat ia memiliki interpretasi pribadi pada apa yg disukai Allah sbg Sang Pengawas. Saat ia bermimpi seolah diminta Allah utk menyembelih anaknya sendiri, saat bangun ia akan melakukan perintah Sang Pengawas tsb. Ini bukan kisah nabi Ibrahim, tetapi sering terjadi disekitar kita. Di balikpapan seorang ibu menyembelih putranya yg masih bayi krn malam setelah beribadah beliau bermimpi diminta Allah utk menyembelih anaknya. Sebagian lain menganggap bahwa saat membunuh orang2 at golongan yg tidak disukai Allah Sang Pengawas akan membuat Allah senang dan memberi mereka balasan kesenangan yg setimpal di surga. Hal ini yg dilakukan anggota ISIS, Boko Haram, Alqaeda, dsb. Apakah mereka salah interpretasi atas apa yg disukai Allah? Tak ada seorangpun yg berhak menyalahkan interpretasi subjective hubungan intim manusia dan Allah. Merasa sebenar dan sepintar apapun diri anda, tetap hak itu tak anda miliki, utk menilai interpretasi orang lain atas keimanannya.

Saya sangat mengerti logika sahabat sekaligus sejawat saya ini. Menurut beliau seorang yg berbuat jahat itu sedang atheis atau mendadak atheis alias tak percaya Allah. Saat berbuat baik itu berarti beriman. Saat berbuat jahat itu saat atheis. Jd dg demikian tak ada orang beragama at percaya tuhan yg melakukan kejahatan. Pokoknya kl melakukan kejahatan itu atheis.

“Tak ada seorangpun berzina saat sedang beriman. Tak ada seorangpun mencuri saat sedang beriman. Tak ada seorangpun minum arak saat sedang beriman” – HR Bukhari dan Muslim

Lalu bagaimana dg negeri2 nun jauh disana yg dipenuhi agnostic (atheis) tetapi jauh lbh aman, korupsi rendah, ramah, bersih, humanis dan sopan santun spt di Jepang, Jerman, Prancis dan Denmark?

Tanyakan pada rumput yg bergoyang…

 

(Sumber: Facebook Otto Rajasa)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed