by

Saat Iriana Menyapu Di Istana Negara

Iriana gak pernah menjadikan posisinya sebagai sesuatu yang membuat dia berbeda dengan ibu-ibu lain. Kalau lagi senggang, ya nyapu halaman. Terserah, Gak peduli aku istri Presiden, aku bersihkan halaman. Gila kalau aku malah diharamkan mengerjakan hal-hal semacam itu. Sing gendeng iku yo Paspampres karena nglarang-nglarang aku.

Jangan heran kalau dia megol-egol di Asmat dengan sebuah gerakan, yang sama sekali tak umum bagi perempuan Indonesia. Saya mantan penari di masa SMA hingga Mahasiswa, fasih membedakan gerakan mana yang berkualitas penari, mana yang dilakukan sekadar demi kepantasan, dan mana yang meruap dari hati, dari jiwa, dari sukacita tak mengada-ada dalam diri.

Iriana jelas bukan penari. Gerak bahu dengan gerak pinggang dan gerak kaki tak selaras di banyak bagian. Tapi perhatikan gerak bahunya bersanding pose leher, dan dengan tangan yang bergetar teratur. Sesekali kepalanya bergerak menunduk—nyaris tak terlihat, mengabarkan ketakjuban hatinya kepada apa yang tersaji di depan. Iriana menari dengan rohnya. Dalam istilah Batak, saat itu Iriana sedang “siar-siaron”.

Jelas Iriana tidak kesurupan. Tapi tubuhnya kewalahan mengendalikan gejolak yang tiba-tiba hadir oleh dentum tetabuhan dari teriakan purba. Raganya menyahuti tarian itu. Dia tak punya tenaga untuk mengukuhkan posisi sebagai istri presiden, sebagai Ibu dari negeri berpenduduk ratusan juta orang. Dia tak berdaya menjaga kehormatan seturut posisi yang disandangnya. Hatinya yang bersih dan jernih merubuhkan semua batasan itu. Jiwanya menari, menyambut derap purba dari tetabuhan anak bangsa.

Jadi, gak usah heran kalau suatu saat kita mendapati Iriana sedang nyapu halaman wisma yang diitinggalinya bersama Jokowi di Istana Bogor. Gak usah kaget kalau tiba-tiba dia ngelucu urakan bersamamu. Jangan jantungan kalau gak ada angin–gak ada hujan, tahu-tahu dia njitak kepalamu dari belakang sambil berucap guyon.

Iriana ya seperti itu, menjadi dirinya di setiap abad dan tempat.

Kita semua takjub, terpukau, memuja kesederhanaan Iriana. Tapi lagi-lagi dengan semua keterpanaan itu kita pampangkan kemunafikan kita.

Adakah di antara kita yang lalu kepingin seperti Iriana: naik pesawat di kelas ekonomi, mengabaikan semua kehormatan semu untuk sepenuhnya jadi manusia, menyambut hangat setiap sapaan—tak peduli seaneh apa pun itu?

Adakah dari kita yang kepingin menemukan jodoh seorang perempuan seperti Iriana?

Lebih jauh lagi, adakah dari kita yang berharap bermenantukan seorang perempuan seperti Iriana.

Gak ada. Yang sederhana ya biar Iriana saja. Aku, istriku, menantuku, harus canggih.

Gombal!

Kon iku telek asu tenan.

Sumber : Status Facebook Sahat Siagian
#AkuIriana170419TDH

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed