by

Ruang Publik, Privacy Dan Era Digital

Sisanya ya kalian tau sendirilah apa yang terjadi setelah itu.

Membenci itu sesuatu yang sangat manusiawi. Tapi MENYEBAR KEBENCIAN itu beda lagi.

Even chat-chat pribadi harus hati-hati. Harus dipikir-pikir takut kena skrinsyut hahahahaha. APALAGI ceramah-ceramah agama frontal di depan orang banyak (walau ‘inner circle’).

Makanya kasus ceramah-ceramah agama yang lagi ramai itu, soal kontennya sih bukan barang baru lah. Pada umumnya kan ya emang gitu. Sindir-sindiran antar agama hal yang tidak terelakkan.

Ya mungkin karena itu juga banyak yang ‘lelah’ dan memilih tidak beragama (lagi). Karena penyebaran informasi sekarang lebih brutal dan liar 

Konten youtube misalnya, entah berapa channel yang suka iseng clickbait dengan mengunggah ceramah-ceramah sepotong-sepotong dari para pemuka agama. Dipilih yang sekonyol atau se-terekdungces mungkin:(.

Ini di semua agama rasanya ada, deh :(.

On the other hand, ya memang susah. Tidak mungkin kita mau ngatur-ngatur keyakinan orang lain. Ya memang pada dasarnya tidak sedikit kaum beragama yang yakin, “Udahlah, kalo lo gak ikut agama gue, ya lu otomatis masuk neraka lah.”

Karena kalau kalian berani-berani berpendapat, “Udahlah, biar Tuhan yang menilai, kita jalani masing-masing saja” ya siap-siap saja dituduh LIBERAL, PLURALIS yang kini makin tajam persinggungannya dengan kaum ‘puritan’/konservatif.

Mungkin ada baiknya para pemuka agama mempertimbangkan pergeseran penyebaran informasi di era terkini. Mbok ya, jangan terlalu vulgar lagi. Apa gak ada yang bisa dibahas lagi soal agama sendiri sampai harus nyinyirin agama orang lain?

Sudah tidak bisa lagi kita menyangkal model, “Loh ini kan buat kalangan internal.”

Helooooooo, kalangan internal piye kalau ternyata semua jemaah bebas merekam dan bebas menyebarluaskan. Apalagi semangat dakwah lagi pada tinggi-tingginya, hijrah dimaknai dengan sebanyak mungkin berkomentar, “Duh, lo cepetan kembali ke jalan yang lurus deh kayak gue. Semoga dapat hidayah. Maaf, cuma mengingatkan.”

Sialnya, yang begini-begini tidak menyebar di kalangan seagama saja, tapi terpental-pental sampai jauh ke mana-mana.

Belum lagi ribetnya UU Penistaan Agama yang entah apaan tauk parameternya. Karena lama-lama yang ‘diproses’ ya yang nyerang mayoritas doang:(. Kuat-kuatan adu massa, banyak-banyakan demo, dst dst dst.

Gagap beragama, gagap teknologi, juga mungkin kombinasi politikus yang paling pinter manfaatin sikon, makin-makin tidak terkendali 

Kita hidup dalam perbedaan sudah lama sekali. Yang diributkan juga bukan barang baru. Yaela, ulama muslim yang nyinyirin ajaran Nasrani dari dulu juga buanyaaaaaakkk. Pendeta yang mencibir prosesi ibadah haji dsb juga ada dari kapan tauk mah.

Tapi INTERNET membuat jangkauan informasi yang dulu 
terbatas kini terbentang luas. It’s not something we can ignore atas nama dakwah semata 

Lagian, diantara sekian banyak persamaan, sudah-sudahilah mempertajam perbedaan. Cobalah lebih banyak membahas problem kemanusiaan yang biasanya mudah terjalin lintas agama itu.

Etapi lupa ada politikus dan birokratis ‘busuk’ yang siap memanfaatkan apa saja untuk memuluskan jalan meraih kekuasaan termasuk memperkuat POLITIK IDENTITAS.

Politik Identitas ini yang juga mendorong kita untuk tidak peduli lagi kepada ‘KONTEN’ tapi super ribet di ‘JUDUL’ 

“We build too many walls and not enough bridge” -Isaac Newton-

Think about it 

Sumber : Status Facebook Jihan Davincka

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed