by

Risma Jadi Dukun Tiban

Acara pun menjadi bukan kayak bicara dengan Walikota tapi malah lebih mirip obrolan di gardu ronda. Cangkruk-an, istilah Suroboyonya. Ringan, penuh canda, mengalir apa adanya. Tanpa batas, tanpa sekat . . .

“Gak jelas arek2 iki, atek sandiwara2an” kata Bu Risma. Pakai main sandiwara segala.

“Tadi baca2 doa, apa doanya, Bu’ ada yg tanya

“Al Fatehah !” Jawab Risma disambung ketawa renyah.

“Tak pikir waktu aku cerita makam-makam, ada yang pikirannya kosong. Lalu kesurupan.”

“Ada orang kesurupan bukannya dibacakan apa kek. Malah ditanyai, Sopo koen, siapa kamu. Minta apa !” Sambung Bu Wali lagi. Dia ketawa lagi, yang hadir pun ketawa puas. Ngakak. Lupa mereka ada dalam Kantor dan di depan Walikota . . .

“Ekspresi Ibu tadi itu lho,” kata wartawan menggoda. “Ya aku pancen wedi, memang saya takut kok !” Gar-gêr lagi . . .

Sayang suasana seperti itu, tak lama lagi akan jadi tinggal kenangan. Tahun depan akhir masa jabatan Bu Risma sebagai Walikota.

Tapi beliau seperti gajah, mati akan tinggalkan gading. Layaknya harimau yang mati pun masih tinggalkan belang.

Setiap warga Surabaya tentu punya Ibu pribadi di rumah. Tapi mereka pun punya Ibu Bersama. Itu Bu Risma . . .

Kasih Ibu kepada Beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia . . .

Selamat Ulang Tahun, Bu.
Mugi2, semoga, Pengeran senantiasa paring, berkenan memberi Ibu, sehat, rejeki, sabar, dan sisa umur yang berkah . . .

Dan seakan ikut berpesta, bunga Tabebuya pun rame2 memekarkan dirinya. Semarak dan cerah ceriakan jalanan Surabaya . . .

Juancook, cèk uuapik-é, Rek . . .

Sumber : Status Facebook Harun Iskandar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed