by

Risma Dihina Guru waktu Menyamar jadi Wali Murid

REDAKSIINDONESIA-Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersaksi pada sidang perkara gugatan warga Surabaya, Jawa Timur, terhadap Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu isinya mengatur wewenang penyelenggaraan pendidikan‎‎.

 Secara undang-undang, pengelolaan SMA/SMK menjadi kewenangan Pemprov Jawa Timur. Namun, kenyataannya, selama ini Pemerintah Kota Surabaya yang mengelola SMA/SMK.

 Risma meminta Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat yang memimpin sidang untuk diberi kesempatan membacakan pandangannya terhadap kondisi pendidikan di Surabaya.

 Risma bilang, kondisi pendidikan di Surabaya menjadi pertimbangan utama dirinya menolak SMA/SMK dikelola Pemprov Jawa Timur. Hakim Arief mengabulkan permintaan Risma.

 “Pandangan yang sudah tertulis dianggap sudah dibaca. Silakan bu Risma memberikan pandangan tambahan yang tidak terlulis,” kata Arif saat memulai persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).

 Risma tampak menghela nafas sebelum memberikan pandangannya. Dia bercerita, pada 2008 saat menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di Surabaya, dia banyak menerima surat keluhan dari masyarakat. Pada saat itu, kata Risma, ada seorang bapak yang bangkrut dan ketiga anaknya terancam tidak bisa mengikuti ujian sekolah.

 “Bagaimana bisa? Kok tiga-tiganya tidak boleh ujian padahal sekolah sudah gratis. Makanya saya menyamar untuk bertemu dengan gurunya,” cerita Risma.

 Risma memutuskan mendatangi guru siswa dengan menyamar sebagai wali siswa. Saat bertemu dengan guru siswa, Risma ingin membayar tagihan siswa yang terancam tidak bisa mengikuti ujian ulangan. Risma juga ingin membayar tagihan semua siswa yang tidak bisa ikut ujian

“Saya diberikan catatan oleh sekolah bahwa tagihan sekolah anaknya Rp900 ribu, Rp450 ribu untuk rekreasi.  Begitu saya mau bayar, ibu guru bilang, `bisa bayar uang Rp450 ribu dan bisa bayar anak yang lain sekitar hampir Rp5 juta? Untuk bayar uang rekreasi saja Rp450 ribu tidak bisa bayar`. Saya digitukan. Di situ saya marah,” cerita Risma dengan wajah memerah.

 Sambil menahan emosi, Risma meyakinkan kepada Hakim Arif, bahwa sistem pendidikan di Surabaya tidak sepenuhnya gratis. Beberapa sekolah masih memungut iuran kepada siswa di luar kegiatan sekolah. Risma bilang, banyak anak-anak miskin putus juga karena tidak bisa menebus pengambilan ijazah.

 “Yang Mulia, ini tidak adil bagi orang miskin,” ungkap Risma dengan suara sumbang.

 Bibir Risma tampak bergetar, suaranya semakin mengecil. Risma tetap berusaha melanjutkan pandangannya soal sistem pendidikan di Surabaya. Dia menambahkan, tak hanya peserta didik, tenaga pengajar juga belum mendapatkan kehidupan yang layak.

Ketika menjadi Wali Kota Surabaya, Risma berjanji akan meningkatkan anggaran pendidikan di Surabaya. Saat ini, Risma mengatakan, anggaran pendidikan di Surabaya lebih tinggi dari anggaran nasional sebesar 20 persen. Anggaran pendidikan di Surabaya selalu di atas 30 persen dari APBD sejak 2011. Risma tidak mau ada anak-anak putus sekolah karena tak bisa membayar uang sekolah.

 “Karena saya ingin beri tahu kepada masyarakat, pendidikan itu hak semua orang. Siapapun dia, biarpun mereka miskin,” tegasnya.

 Sidang perkara gugatan terhadap Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang berisi pengalihan wewenang penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah provinsi‎‎ dengan agenda mendengarkan keterangan saksi berakhir pukul 13:25 WIB. Hakim Arief memutuskan akan melanjutkan sidang pada Rabu 16 Juni dengan agenda pembacaan kesimpulan.

Usai sidang, Risma berharap hakim mengabulkan gugatan warga Surabaya. Menurut Risma, peserta didik sudah kehilangan rasa hormat kepada orang tua. Jika Pemkot tidak memiliki kewenangan mengatur pendidikan SMA/SMK, maka dirinya tidak bisa mempertemukan siswa, orang tua dan guru.

 “Sekarang anak-anak takutnya sama guru dan Satpol PP. Saya ingin siswa yang berbuat salah meminta maaf kepada orang tua di hadapan guru. Bagaimana mungkin kita bisa memanggil guru kalau kita tidak punya wewenanag.  Ini agar kita bisa menangani anak-anak secara komprehensif,” harapnya.(metrotvnews). ** (ak)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed