by

Renungan Isra’ Mi’raj, Menembus Dimensi Ruhaniah

Rentang antara hidup dan mati itulah waktu bagi manusia di dunia, yang kita sebut usia. Dan di sepanjang usia itu, salat dan ibadah diwujudkan sebagai penghambaannya kepada Allah. Jelas di dalam Q.S. Az-Zariyat: 56, ”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.” Oleh karena itu, meski waktu salat fardhu telah diatur sedemikian rupa, bukan berarti ada celah waktu untuk tidak dalam keadaan salat.

Salat yang telah melampaui waktu sejak mewujud kesadaran untuk tetap berada dalam keadaan salat disebut Shalat Daim. Ia menembus dimensi ruhaniah sehingga menyempurnakan kebersujudan jasmaniah. Dengan selalu dalam keadaan salat, niscaya siapa pun terjaga dari sikap suka berkeluh-kesah dan sifat kikir. Tidak lalai ia di dalam salat, sebagaimana Q.S. Al-Ma’un: 4-5, sehingga ia tidak termasuk orang-orang salat yang celaka.

Momentum Isra’ Mi’raj sangat baik untuk membaca kembali pesan-pesan kesalehan personal dan sosial yang ternyata berporos pada salat. Q.S Al-Ma’arij di ayat 19-21 menyebutkan, ”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir.” Namun, Allah menjaga ia yang menjaga salat, dan menjadikan sabar dan salat sebagai penolong.

Diteguhkan dalam ayat 22-23, bahwa manusia suka berkeluh-kesah ketika susah dan kikir ketika senang, ”Kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya.” Manusia-manusia inilah yang dalam waktu dan keadaan sempit maupun lapang tak berhenti mengingat Allah. Mereka menjalankan Q.S. An-Nisa: 103, ”Maka apabila kau telah menyelesaikan salat, ingatlah Allah di waktu berdiri, duduk dan berbaring.”

Manusia yang merawat dan membina kesadaran di dalam dan luar salat ini, yang khusyu tidak hanya ketika salat, yang menjaga pandangannya lurus dan berserah kepada Allah, terus-menerus mengerjakan salat, ia menjalani salat daim. Dan, hakikatnya ia diperjalankan menaiki anak tangga mi’raj kepadaNya. Seperti dalam kitab tafsir Ruhul Ma’ani, Naisabur, dan Ruhul Bayan, ”as-shalatu mi’rajul mu’miniin” (salat pun menjelma mi’raj bagi orang-orang beriman).

Ya, peristiwa Isra’ Mi’raj fenomenal dan monumental. Tak bisa hanya diringkas sebagai peristiwa turunnya perintah salat lima waktu. Apalagi, dalam sejumlah riwayat, Muhammad SAW disebutkan telah melaksanakan salat pagi dua raka’at dan salat sore dua raka’at pada tahun awal kenabian, sejak Jibril AS mengajarinya wudhu dan salat. Bahkan, sebelum Khadijah wafat, tentu ini sebelum Isra’ Mi’raj, ia telah diajari salat oleh Nabi.

 

Ya, peristiwa Isra’ Mi’raj fenomenal dan monumental. Tak bisa hanya diringkas sebagai peristiwa turunnya perintah salat lima waktu. Apalagi, dalam sejumlah riwayat, Muhammad SAW disebutkan telah melaksanakan salat pagi dua raka’at dan salat sore dua raka’at pada tahun awal kenabian, sejak Jibril AS mengajarinya wudhu dan salat. Bahkan, sebelum Khadijah wafat, tentu ini sebelum Isra’ Mi’raj, ia telah diajari salat oleh Nabi.

Namun demikian, tahun-tahun awal kenabian digunakan Muhammad SAW untuk meletakkan dasar-dasar Tauhid dan menguatkannya sehingga waktu itu salat belum disyariatkan. Menjelang hijrah ke Madinah, Muhammad SAW mengalami Isra’ Mi’raj. Berangkat dari rumah Ummu Hani, kakak Ali bin Abi Thalib yang sangat dihormatinya, ia kemudian dijemput Jibril dengan Buraq pada saat berada di Hijr Ismail di sisi Baitullah, di kawasan Masjidil Haram.

Intisari dari Isra’ Mi’raj ialah perjumpaan hamba dengan Tuhan, Tuannya yang Sejati. Oleh karena itu, Allah Yang Maha Suci memperjalankan Muhammad SAW dalam Isra’ Mi’raj bukan dalam kedudukannya sebagai nabi, rasul, teladan terbaik, maupun pemimpin umat. Tapi, ia diperjalankan dalam kedudukan sebagai hamba. Ia yang merendahkan dirinya serendah-rendahnya di hadapan Allah diangkat setinggi-tingginya derajat oleh Allah.

Sudah serendah apakah kita tunduk, sujud, patuh, dan taat kepada Allah? Jika telah tiba waktu, dan amal yang pertama ditanya adalah salat, hendak bagaimana kita menjawabnya? Saya akan menulis lebih lanjut pada seri ke-2 kolom ini.

Di dalamnya tentu saja akan dibahas pula dua amal lainnnya yang paling dicintai Allah setelah salat, yaitu berbakti kepada orang tua dan berjihad di jalan Allah. Semoga Allah menjadikan kita orang yang mendirikan salat.
 
Sumber : geotimes

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed