by

Quo Vadis PBNU Paska Harlah 1 Abad

Oleh : Mamang Haerudin

Ada rasa khawatir, manakala saya menyaksikan peringatan Hari Lahir 1 Abad NU beberapa waktu lalu. Ya, tidak seperti kebanyakan warga Nahdliyin yang lain yang gegap gempita dan tumpah ruah. Pikiran saya menerawang ke arah sana, bagaimana seandainya apabila dalam 1 Abad NU ini Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari masih hidup bersama di tengah kita. Apa iya Hadratusy Syaikh akan berkenan hadir dalam helatan Akbar itu, duduk bersama sekian banyak pejabat negara (tentu dengan mengaitkan sepak terjang PBNU ala Gus Yahya sejauh ini)?

Rasa khawatir itu semakin menjadi dan terus menimbulkan banyak pertanyaan, quo vadis PBNU pasca 1 Abad? Apa kira-kira yang mau dilakukan PBNU pasca Harlah 1 Abad ini? Melihat berbagai acara dan gerak-gerik yang dilakukan PBNU, kelihatannya PBNU ke depan masih akan mesra dengan Pemerintah. Godaan politik praktis, terutama dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2024 mendatang betul-betul semakin di depan mata. Gus Yahya atas representasi PBNU tanpa tedeng aling-aling menggandeng Erick Thohir secara terang-terangan. Betapa publik tidak bisa menutup mata bahwa orientasi PBNU ke depan akan sangat jelas mengarah “ke sana.”

Bahkan Megawati Soekarnoputri tak luput dari perhatian utama Gus Yahya, manakala ia didaulat menerima penghargaan atas Ayahnya, Bung Karno yang juga dianggap telah berjasa untuk bangsa dan agama. Dan tidak lama berselang, Gus Yahya juga dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh civitas UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebuah anugerah kehormatan yang tentu saja tidak akan begitu membuat publik menyimpan sikap kritis, apakah murni karena prestasi akademis atau politis? Sebab saudaranya Muhammadiyah, betapa pun sama-sama menerima anugerah kehormatan itu, ternyata bukan diterima oleh Prof. Dr. Haedar Nashir.

Saya memang belum begitu mengenal Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, hanya saja sejak dulu, mengetahui bahwa Hadratusy Syaikh itu merupakan entrepreneur, seorang Kiai yang bukan hanya alim dalam agama, melainkan kaya raya dalam kepemilikan harta pribadi (yang kemudian ia habiskan untuk keperluan dakwah umat Muslim). Fakta ini diperkuat dengan teman sejawatnya, KH. Ahmad Dahlan yang notabene pendiri Muhammadiyah yang juga membangun Ormas Islam ini dengan kemandirian finansial pribadi. Begitu pun kita mengetahui sejarah berdirinya NU adalah juga lahir dari organisasi Nahdlatut Tujjar yang tak lain merupakan perkumpulan para entrepreneur.

Wallahu a’lam

Sumber : Status Facebook Mamang M Haerudin (Aa)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed