by

Puncak dan Bisnis Nggebleh

Di kalangan masyarakat Arab populer dengan sebutan “zawaj al-misyar” atau “nikah misyar” alias “kawin turis”, selain “nikah sirri” dan “nikah kontrak” (mut’ah). Jika nikah mut’ah populer di kalangan Syiah, nikah misyar populer di kalangan Sunni. Tapi meskipun populer di lingkungan Syiah, pelaku nikah mut’ah tidak mesti Syiah. Kalau nggak percaya, survei saja di Puncak itu.

Segala sesuatu bisa diakali pemirsah. Dalam praktik hukum Islam ada istilah “hiyal”, yaitu semacam trik untuk menghalkan sesuatu. Metode ini dipraktikkan dari sistem perbankan Islam hingga dunia perngencukan. Ini sudah jadi rahasia umum.

Dulu, di Puncak ramai praktik “kawin kontrak” (beberapa tahun atau bulan) tetapi sejak beberapa tahun terakhir tidak populer lagi berganti menjadi “kawin singkat”, biaya lebih murah, efisien, ekonomis dan bisa dengan siapa saja tidak harus dengan perempuan dalam sistem “kawin kontrak.” Dalam praktik “kawin kontrak” banyak yang merasa “ditipu” karena meskipun sudah dikawin kontrak, si perempuan tetap melakukan “bisnis sampingan”. Daripada daripada ya lebih baik ganti metode kan?

Melihat kompleksitas masalah bisnis ngewe di Puncak ini maka tidak adil sebetulnya kalau jari telunjuk ditujukan melulu pada turis Arab. Yang harus pertama dibenahi justru “mentalitas inlender” dan “mental kere” masyarakat Indonesia. Jika semua pihak komitmen dan aturan ditegakkan, para turis Arab tentu saja tidak akan berani melakukan itu. Tapi masalahnya aturan dan hukum susah ditegakkan di Indonesia. Yang gampang ditegakkan itu si otong apalagi kalau pagi. Upps keceplosan

Sumber : Status facebook Sumanto Alqurtuby

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed