by

Puan is The Best

Oleh: Kajitow Elkayeni
 

Saya kadang tak habis pikir dengan bangsa ini. Ketika anak seorang Ustad menang debat, kemudian menikahi lawan debatnya, orang-orang heboh. Soal dramatisasi pindah agama segala itu masih bisa diterima. Lantas ketika orang nyinyir itu menyalahkan jomblo, apa hubungannya coba? Yang berulah anak Arifin Ilham, yang kena getah jomblo saleh sedunia. Ini kezaliman ya akhi. Kenyinyiranmu melampaui batas. Saya tersanjung.

Atau ketika kontingen olympiade yang mewakili Indonesia diolok-olok berkostum pembungkus permen. Orang-orang dengan mudah menyalahkan. Merasa jadi pakar segala sesuatu secara tiba-tiba. Termasuk saya ini. Cari kesalahan, tinggal klik, share, jadilah kehebohan. Kedunguanpun sahut-menyahut di dunia maya. Kita jadi bangsa yang cerewet.

Ternyata orang-orang di luar sana konon memberikan pujian. Kostum itu dinilai menarik. Nah sekarang yang disebut dungu sebenarnya siapa? Helaw?

Begitu juga ketika menteri yang kepalanya aus itu mencoba menggebrak dalam rangka seratus hari kerja. Time line facebook saya penuh sesak dengan cacian. Sampai-sampai saya tidak kebagian. Jatah saya diserobot pasukan Tiada Hari Tanpa Kehebohan. Ter-la-lu.

Ide itu sebenarnya tidak sepenuhnya gila. Coba tanya anak pesantren, mereka belajar tidak hanya full day, tapi full years, guys. Sampai ada sebutan santri Buki, santri yang tua di pondok. Keluar pondok kalau sudah dikawinkan oleh kyainya. Eh, bukan berarti saya setuju dengan Pak Menteri lho. Tapi ya memang terlalu sih. Belum apa-apa mau minta iuran buat konsumsi. Haess… Bapak ini menteri apa agen catering?

Nah, akhirnya usul itu ditarik, padahal sudah mau dibikin pilot projectnya, muhajir kan jadinya? Di saat seperti itu mestinya orang-orang itu ingat dosa mereka terhadap Puan. Dulu saat Anies diganti, orang-orang ribut, kenapa bukan Puan? Bukankah menteri satu itu tidak pernah berbuat apa-apa? Tapi Puan diam. Orang orang menuding puan menumpang nama emboknya. Ia tetap diam. Orang-orang ramai membikin meme, yang salah pasti lelaki karena perempuan selalu benar. Puan juga diam.

Ndilalah ada pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Menteri full-day-school yang masih ada label garansi di jidatnya itu membuka mata kita, bagaimanapun langkah Puan untuk tetap diam di tengah kepungan badai cemooh adalah jenies sungguh. Belio paham benar tentang filosofi padi, semakin merunduk karena berisi. Atau setidaknya terilhami pepatah lama, diam adalah emas. Menteri dengan senyum merekah itu menampar kita keras-keras.

Puan membuktikan, bahwa, selalu ada batas dari kenyinyiran. Dera dan coba kan berlalu. Dan diam membisu adalah jawaban paling telak. Jangan meniru mubajir, baru jadi menteri sepuluh hari sudah blingsatan. Akhirnya malu sendiri. Bagaimanapun Puan is the best. Ia contoh paling pas untuk dua mantan menteri yang mirip Tom and Jery itu. Nyinyirmu harimaumu!

Meskipun saya juga agak ragu, Mbak satu itu diam karena emas, atau aslinya memang gak paham babar blas? Haess mbuh

 

(Sumber: Status Facebook Kajitow Elkayeni)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed