by

Propaganda Kebohongan di Indonesia

Jokowi sejak memimpin negeri ini sudah diserang dengan berbagai isu mulai PKI, antek China, sampai anti Islam. Pihak lawan seperti punya nafas yg panjang untuk membangun isu selama 5 tahun terus menerus tanpa putus. Dan pengaruhnya sangat terasa karena fitnah itu masuk ke majelis, pengajian smp ceramah Jumat.

Digempur isu yang sama terus menerus, jelas akan berpengaruh terutama pada rakyat yang tidak punya pendirian dan kebanggaan akan dirinya. Banyak masyarakat yang melemparkan masalah ekonomi mereka pada Jokowi. Bahkan ketika Jokowi sedang membangun infrastruktur untuk menaikkan tingkat ekonomi, tetap saja dicibir habis-habisan.

Tapi menariknya, negeri ini ternyata bertahan jauh lebih kuat dari propaganda kebohongan itu sendiri. 

Mendekati Pilpres, muncul kekuatan dari masyarakat dari semua tingkat sosial maupun lintas agama untuk membela Jokowi. Mereka tiba-tiba menjadi militan dengan turun kebawah dan bertarung di media sosial. 

Ada ketakutan dari mereka yang biasanya apatis terhadap pemilu, dan akhirnya keluar untuk bertarung habis-habisan. “Bukan waktunya lagi diam..” begitu kata teman seorang CEO di perusahaan multinasional yang biasanya tidak perduli pada pemilu. Bahkan dia sengaja menunda liburannya keluar negeri hanya untuk memilih seorang Jokowi. Mengagumkan..

Bahkan dari sisi umat Katolik, yang biasanya tidak pernah mencampur urusan politik dengan agama, tiba-tiba bergerak bersama dengan bahasa politik kebangsaan. 

Ya, Pilpres 2019 ini bukan sekedar memilih siapa Presidennya, tetapi lebih kepada bagaimana mempertahankan negeri ini sekuat tenaga dari serbuan kaum radikal. Ada ketakutan bahwa Indonesia bisa seperti Suriah, Libya, Irak kelak jika tidak ada gerakan militan mempertahankannya.

Dan Indonesia sekali lagi membuktikan kedigdayaannya..

Disaat banyak negara habis dengan senjata pemusnah massal berupa fitnah dan hoax yang menghantam massif, negeri ini tetap berdiri dengan kokoh dengan memenangkan pemimpin yang benar. Kita sejatinya sedang berjuang membela diri sendiri dari arus kuat radikalisme yang sedang mencengkeram. Dan kita menang.

Riak-riak kerusuhan pasca Pilpres dari mereka yang mengamuk karena kalah, itu seperti nafas dan gerakan terakhir dari musuh bernama radikalisme itu. Mereka kecewa berat tahun 2019 ini bisa jadi adalah lonceng kematian mereka. Karena itulah mereka membangun kerusuhan dan ternyata mereka kalah, sekali lagi.

Saya sendiri menjadi percaya dengan narasi “Negeri ajaib dari Timur..” yang muncul di beberapa kitab tua yang sering diartikan bahwa itu adalah Indonesia. Keajaiban tidak datang dengan sendirinya, ia hadir dalam bentuk perjuangan-perjuangan yang muncul setahap demi setahap karena peristiwa. 

Rasanya merinding ketika melihat bahwa bisa saja kita kalah dan negeri ini menjadi Suriah kedua. 

Tapi kita berhasil membuktikan, bahkan kepada dunia internasional, bahwa benteng kokoh bernama Pancasila itu, layak dijadikan pelajaran bagi banyak bangsa didunia. 

Kita harus bangga pada negeri ini dan diri kita sendiri. Kita angkat secangkir kopi jika nanti sudah saatnya berbuka..

 

(Sumber: facebook Denny Siregar)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed