by

Prestasi Asian Games 2018 Awali Moncernya Olahraga Indonesia

Semrawutnya dunia keatletan itu dimulai dari struktur pengurusnya. Juga koordinasi yang ribet dari kementerian, sampai pada setiap perwakilan cabang olahraga. Politik sering masuk menggantikan tujuan penting, atas nama prestasi. Sepak bola adalah contoh paling menjijikkan, di mana mantan tentara masih ingin unjuk gigi. Di cabang olah raga lain mereka juga sibuk berebut muka.

Cabang-cabang itu tidak diisi oleh pengurus pro, yang memang lahir untuk olahraga. Ia jadi ajang perebutan prestise mantan pejabat, terutama militer. Jenderal-jenderal tua dengan post power syndrome. Akibatnya, para atlet tak terurus, prestasi mereka redup. Ada sekadar buat mengisi kekosongan. Di Asian Games saja, sejak dulu kita harus puas dengan perolehan 4 medali emas. Bangsa yang begini besar, dipermalukan oleh negara-negara kecil.

Sementara itu pembina atau pengurusnya, yang serba berbau militer dan keluarga pejabat itu, sibuk memoles citra mereka di media massa. Orang-orang yang buta keolahragaan itu hanya nebeng tenar. Ular beludak yang tak tahu diri ini, ada hampir di setiap cabang olah raga. Akibatnya olahraga salah urus bertahun-tahun lamanya.

Nasib sial itu mulai membaik, semenjak datangnya seorang laki-laki yang tak sengaja dimunculkan sejarah. Ia tumbuh besar di bantaran kali, hidup menumpang karena keluarganya miskin. Kamus hidupnya tak mengenal kata menyerah. Lelaki itu mengamati hidup bergerak dari pinggir. Memulai segalanya dari nol, bermodalkan keuletan. Namanya, Joko Widodo.

Melalui Imam Nahrawi, Jokowi menitipkan nasib para atlet ini di tangannya. Beberapa Permen terbit untuk memperbaiki birokrasi yang amburadul. Terutama Permen nomor 1516, tahun 2015 tentang organisasi dan tata kerja kementerian olahraga yang berisi 485 pasal.

Hambatan itu tak sepenuhnya selesai. Kemunduran prestasi para atlet itu disinyalir karena terlalu panjangnya rantai koordinasi, terutama soal pencairan dana. Maka melalui Perpres No. 95 tahun 2017 tentang peningkatan prestasi olahraga, Presiden memangkasnya. Presiden juga memastikan atlet berprestasi mendapat penghargaan yang pantas, sebagaimana disebut dalam Perpres itu pasal 18,19 dan 20.

Atlet kita bukan lagi sepah yang dibuang sesudah habis manisnya. Mereka kebanggaan bangsa yang harus dikenang harum sepanjang masa. Pemenang medali emas mendapat hadiah 1,5 miliar. Jika ganda, masing-masing satu miliar, beregu masing-masing mendapat 800 juta. Untuk peraih medali perak dan perunggu juga mendapatkan hadiah, yang jauh lebih besar dari perolehan tahun 2014. Masing-masing pemenang itu juga berhak mendapatkan rumah dan diterima sebagai PNS.

Perolehan medali emas yang melimpah pada Asian Games 2018 adalah hasil kerja keras banyak pihak. Ia bukan hadiah yang jatuh begitu saja dari langit. Keberhasilan di Asian Games ini adalah sebuah titik balik prestasi para atlet kita. Selain mendapat pelatihan optimal, dukungan luar biasa, pemberian hadiah yang pantas juga memicunya.

Di Negara ini tidak boleh lagi ada Ellyas Pical tua lain yang terlunta-lunta. Tidak boleh ada atlet yang hidup sebagai buruh cuci, pengayuh becak. Hidup di kontrakan sempit dan kumuh. Mengidap penyakit dan tak tersantuni. Cukuplah mereka yang menjadi catatan sejarah getir bangsa ini.

Para atlet masa depan adalah para pahlawan di palagan olah raga. Mereka membawa nama bangsa ke puncak terhormatnya di mata dunia. Para atlet itu adalah representasi dari negara yang kuat, makmur, berdaya saing tinggi. Sudah sepantasnya ia menjadi cita-cita yang layak bagi anak-anak kita di masa mendatang.

Menjadi atlet adalah kemewahan, adalah kebanggaan yang sepadan dengan hasil yang akan diterimanya. Semoga hasil memuaskan ini menjadi titik balik jaman keemasan di pentas olahraga. Berjuang sepenuh hati demi memenangkan Indonesia, negeri para juara.

Sumber : facebook Kajitow Elkayeni

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed