by

Prabowo Mesra dengan Dubes Tiongkok, Akun Anti Aseng Mingkem

 
Suka tidak suka RRT adalah negara super power yang sejajar dengan Amerika Serikat. Kekuatan ekonomi dan angkatan bersenjatanya melebihi Amerika. Siapapun negara di dunia ini pasti berkepentingan dengan RRT.
 
Presiden Jokowi punya ketajaman penciuman soal RRT ini. Jokowi tahu dunia akan bergeser ke Asia. Pusat kekuatannya adalah RRT. Dunia akan bergantung dengan ekonomi RRT. Jokowi dengan cerdas menarik investor China masuk ke Indonesia.
 
China yang kebanjiran modal perlu perluasan bisnis. Kapasitas pabrik mereka perlu pangsa pasar. Pasar domestik China sudah jenuh. Mereka perlu ekspansi ke luar negeri agar produksi barang dan jasa di perusahaan dalam negeri China terus berproduksi. China dengan penduduk hampir 1 milyar lebih telah menjadi raksasa dunia baik dari konsumsi barang dan juga arus jasa.
 
Langkah Jokowi mendekati Tiongkok ini bukannya diapresiasi, oleh HTI dan lawan politik Jokowi, malahan dijadikan gorengan isu busuk. Jokowi diserang massive sedang menjual Indonesia ke China.
 
Jokowi diserbu isu sebagai antek China. Isu 10 juta TKA China menyerbu Indonesia terus dipola. Pokoknya Jokowi dipropagandakan sebagai antek China. Saat pilpres 2014 nama asli Jokowi digoreng sebagai Oey Hong Liong,
 
Kanal berita online berbasis haters Jokowi terus mempropagandakan Jokowi adalah keturunan China. Antek China. Laman VoaIslam.com pada 24 Mei 2014 mengutip Ridwan Saidi.
 
“AS tidak mendukung Jokowi. Jokowi hanya bekerja untuk kepentingan Cina. Bagaimana AS mendukung Jokowi yang seratus persen Cina dan ayahnya seorang Cina dari Solo, Oey Hong Liong,” tegas Ridwan Saidi.
 
Isu penaklukan China ini juga dimainkan oleh HTI beberapa waktu lalu. Hitzbut Tahrir Indonesia (HTI) menggagas acara diskusi dengan judul ” Bahaya Cinaisasi Di Balik Reklamasi Teluk Jakarta”.
 
Cita2 HTI sejatinya membahayakan fondasi kebangsaan kita. Impian HTI sesungguhnya mau menghapuskan impian para foundings fathers republik.
 
Aksi mereka sebenarnya mau meruntuhkan cita cita proklamasi. Mengubah bentuk negara menjadi sistem khilafah yang sudah kehilangan bentuk dalam sejarah dunia.
 
Dalam propaganda yang sudah di broadcast kemana2 itu, mata saya terbelalak dengan satu flayer. Ada enam orang prajurit tampak sedang memegang tiang bendera China. Prajurit itu berada di atas bukit dengan pemandangan laut sedang menancapkan tiang bendera China.
 
Tahun 2006, saya pernah menonton film Flag of Our Fathers, karya Clint Easwood. Sebuah film yang menceritakan sejarah penancapan bendera AS oleh prajurit marinir di puncak Gunung Suribachi, Iwojima, Jepang.
 
Film itu sangat berkesan buat saya. Sejarah penuh tragedi kemanusiaan dengan korban jiwa hampir 30 ribu jiwa tewas dan puluhan ribu luka luka demi perebutan sebuah pulau Iwojima.
 
Gambar prajurit sedang menancapkan bendera itu tiada lain sebenarnya karya potret penerima hadiah Putlizer Rosenthal. Wartawan perang Rosenthal mengambil gambar marinir AS saat menancapkan bendera AS di puncak gunung Suribachi Pulau Iwojima pada masa Perang Dunia 2. Ke enam prajurit marinir AS yang ada dalam potret, Michael Strank, Rene Gagnon, Ira Hayes, Franklin Sousley, John Bradley, dan Harlon Block.
 
Iwo Jima adalah sebuah pulau vulkanik yang berbentuk seperti sebuah trapesium. Marinir yang mendarat di pulau ini menjulukinya potongan daging babi berwarna kelabu.
 
Sewaktu menyerbu ke Iwo Jima, prajurit Marinir Amerika Serikat tewas dalam jumlah besar karena pulau ini dijaga dengan ketat oleh Jepang. Pemandangan Iwo Jima didominasi oleh Gunung Suribachi (166 m).
 
Lagi lagi HTI mencuri karya hak cipta milik orang lalu memodifikasi karya bersejarah itu dengan seenak udelnya. Menipu dan mencuri, dua dosa yang dipakai untuk melampiaskan kebencian SARA dan rasa permusuhan demi syahwat cita-cita menegakkan negara khilafah.
 
Pengibaran bendera AS di Iwojima dengan licik divisualisasikan HTI seolah-olah pasukan China sedang berencana menginvasi Indonesia.
 
Visualisasi busuk itu benar-benar menimbulkan efek psikologis pembaca untuk bereaksi negatif dan emosional bahwa di masa pemerintahan Jokowi sekarang sedang berlangsung invasi China.
 
HTI menggambarkan bahwa jaman pemerintahan Jokowi ini karpet merah dihamparkan pemerintah untuk tentara China agar bisa menguasai Indonesia. Isu busuk dan hitam gembar-gembor 10 juta TKA China divisualisasikan dengan licik oleh HTI.
 
Isu ekspansi China ini akan terus menerus dijahit lalu disambung menyambung hingga kewarasan kita menjadi tidak waras. Sentimen SARA akan mengkristal hingga berujung perang saudara. Ketika terjadi chaos, HTI masuk dengan jargonnya hanya khilafah solusi kehidupan berbangsa bernegara.
 
Saya kemarin memantau arus media sosial soal pujian Prabowo soal Tiongkok. Tiada satupun akun utama kelompok mereka menyerang Prabowo. Akun Tofa dan Fadli Zon yang biasanya super nyinyir soal China tetiba mingkem bin bungkam.
 
Akun-akun kunyuk yang selama ini menyerang Jokowi antek China tetiba sariawan. Semuanya mendadak bisu tanpa suara. Seperti satu komando hening sepi senyap tanpa suara.
 
Akhirnya mereka tahu, melawan RRT itu berat Jenderal…
 
Ahhh.. Jenderal Kardus kalah cerdas sama si Tukang Kayu…
 
Salam perjuangan penuh cinta
 
(Sumber: Status Facebook Birgaldo Sinaga)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed