by

Polda Metro, Habib Rizieq dan Kisah Nasrudin Hoja

Bisa jadi karena Polda merasa pihaknya tidak cukup mendapat dukungan politik dari Pemerintah dalam menghadapi HR, seorang pemimpin Islam yang sangat berpengaruh, memiliki basis massa besar, dan jejaring dengan elit politik yang teramat luas. Tanpa ada kemauan politik (political will) yang sangat kuat dari Pemerintah, rasanya Polri tak akan mau sendirian bekerja menangani kasus-kasus yang sarat dengan politik dari seorang tokoh sekuat HR. Terlepas dari adanya fakta bahwa opini publik, utamanya di media dan medsos, sangat negatif terhadap sang pencetus dan pemimpin aksi2 massa 411-505, tetapi pada akhirnya politik adalah soal kekuatan riil. Jika Polri tidak bisa diyakinkan bahwa tindakan gakkum terhadap HR akan diback-up oleh Pemerintah dengan kekuatan politik riil yang total, buat apa terlalu ngoyo?

Berbeda dengan ketika Polri menangani kasus dugaan penistaan agama oleh mantan Gubernur Ahok yang mendapat dukungan politik sangat kuat bukan saja dr pihak anti Ahok, tetapi juga dr pihak Pemerintah yang ingin menunjukkan sikap netral dan taat hukum itu. Maka Polri pun sangat antusias dalam pelaksaan tugas. Kini situasinya sangat jauh berbeda. Bukan saja Ahok telah kalah dalam Pilkada 2017, tetapi juga telah divonis bersalah dan malah langsung menjalani tahanan. Kemalangan dobel (double jeopardy) seperti ini membuat Polri menjadi ‘gamang’ atau setidaknya mengambil nafas dulu; menunggu apa yang ada di benak para petinggi Pemerintah ketika menghadapi HR.

Jadi kemalasan politik yang saya katakan diatas bukanlah dalam pengertian biasa yakni ketidak mauan bertindak karena melawan perintah atasan. Tetapi lebih dalam pengertian menunggu kejelasan dinamika politik pasca-Pilkada dan kemalangan dobel di pihak Pemerintah. Sikap menunggu dari Polri ini juga kita lihat dalam penanganan kasus tuduhan makar terhadap beberapa tokoh anti- PJ yang sampai sekarang statusnya bisa dikatakan masih “mangkrak.”

Sikap Polda yang mirip kisah Mullah Nasruddin Hoja ini saya kira tak akan terjadi seandainya internal Pemerintah solid dan tak terbelah dalam menyikapi kelompok oposisi, termasuk kalangan Islam politik yang dikomandani Hb Rizieq. Pertanyaanya adalah: “Berapa banyak kunci yang hilang dan dicari di tempat yang bukan seharusnya” seperti keberadaan HR itu?**

Sumber : facebook Muhammad AS Hikam

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed