by

PKS – Muhammadiyah Pergulatan Saudara Tiri

Hubungan Muhammadiyah-NU
—————————————————
Sebelum aktivis Tarbiyah masuk dalam tubuh Muhammadiyah, pertentangan kedua ormas Islam terbesar di Indonesia ini telah lama berlangsung. Bahkan sebelum masa kemerdekaan. NU yang lebih mengindentikkan diri sebagai ormas Islam tradisional-kultural mengusung paham Ahlussunnah wal Jamaah yang berpegang pada 4 Imam Madzhab. Sedangkan Muhammadiyah lebih identik dengan golongan Islam modernis yang mengusung paham Islam puritan. Kedua paham yang saling bertolak-belakang membuat keduanya sulit untuk satu suara dalam menghukumi suatu perkara. Namun, hubungan Ukhuwah Islamiyah yang terjalin masih cukup erat dalam bingkai NKRI. Perselisihan yang terjadi seringkali hanyalah masalah hukum agama yang memang bersifat khilafiyah dan tidak akan pernah mencapai satu putusan hukum bersama. Hal ini sering menimbulkan gesekan antar anggota dan simpatisan fanatik di akar rumput. Selain itu, ada juga masalah politis yang melibatkan elit kedua pimpinan ormas.

Hubungan kedua ormas, NU-Muhammadiyah, dapat saya gambarkan sebagai sebuah simbiosis mutualisme apabila dilihat dari skala nasional. Pembagian wilayah kerja yang terjadi secara natural menempatkan Muhammadiyah di daerah perkotaan dan NU di daerah pedesaan. Keduanya sama-sama memiliki tujuan mulia untuk membangun dan mengembangkan umat Islam dengan jalan kegiatan sosial dan lembaga pendidikan. Muhammadiyah memiliki Yayasan yang berkonsep pendidikan modern, NU memiliki pesantren. Kedunya bahu-membahu selama puluhan tahun memberikan pendidikan keagamaan pada masyarakat Indonesia.

Ketika gerakan Tarbiyah mulai masuk, kondisi yang berbeda terjadi. Perkara khilafiyah diperuncing hingga terjadi sentimen dan kebencian. Propaganda terus dilakukan gerakan Tarbiyah dari dalam tubuh Muhammadiyah (terutama generasi muda) untuk terus menerus mengkafirkan kelompok lain yang berbeda paham. Di sisi lain, gerakan Tarbiyah juga tidak henti-hentinya mencoba untuk masuk dalam tubuh NU. Beberapa berhasil menjaring anggota, sebagian besar gagal total. Sejak awal Tarbiyah dan Muhammadiyah memang memiliki banyak kesamaan, tapi perbedaan keduanya juga cukup fundamental. Muhammadiyah lahir dan besar di Indonesia, anak kandung Ibu Pertiwi. Tarbiyah lahir dari Ikhwanul Muslimin Mesir. Namun keduanya masih satu ayah, Wahabi.

Secara pribadi, saya menganggap hubungan Muhammadiyah-NU di masa lalu sebagai “Benci Tapi Rindu”. Kedua pihak mungkin saling bermusuhan, tapi eksistensi mereka dibangun berdasarkan toleransi atas perbedaan keduanya dalam kebesaran Islam. Saya merindukan hubungan yang seperti dulu, saling berdebat, saling memaki, saling menantang, saling memukul, namun masih satu jiwa, Indonesia. Bukan seperti yang dilakukan gerakan Tarbiyah dengan melempar batu lalu sembunyi di belakang ayahnya, memfitnah atas nama orang lain, mengadu domba sesama anak bangsa, mengkafirkan sesama saudara, bahkan ‘meniduri’ anak sekolah dengan iming-iming beasiswa.

Semoga kita tetap satu bangsa, Indonesia….

Sumber: Islam Murni vs Islam Progresif Di Muhammadiyah: Melihat Wajah Islam Reformis Indonesia Oleh Ahmad Najib Burhani

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed