by

Pintar Membaca, Bodoh Mengkaji

Oleh: Denny Siregar
 

“Apa yang disebut beriman atau meyakini bahwa kitab itu adalah petunjuk paling benar dari semua petunjuk yang ada ?

Bahwa kita masing2 memegang buku petunjuk untuk menuju kebenaran yang kita yakini. Petunjuk yang paling benar. Tetapi itu bukan berarti menyalahkan petunjuk yang orang lain pegang, karena mereka pun memegang buku petunjuk atau kitab yang menurut mereka benar…

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Dengan “agama” maka kita diharapkan tidak kacau dalam berhubungan secara vertikal ( kepada Tuhan ) dan horizontal ( kepada manusia ).

Maka diaturlah semua tuntunan2, aturan2 dalam sebuah kitab. Seandainya tidak ada aturan2 yang di bukukan, maka bisa dibayangkan sejak dulu kekacauan akan terjadi dalam hubungan sosial. Masih terjaganya dunja ini karena lebih banyaknya orang yg mengikuti petunjuk daripada yang tidak.

Dan surga juga neraka itu adalah sebuah pencapaian, sebuah reward and punishment. Kenapa itu harus ada ? Karena masih banyak manusia yang beribadah layaknya budak dan pedagang, harus ada “sesuatunya” baru mau diatur. Dan itu adalah konsekuensi dari kemulyaan manusia sebagai mahluk yg mempunyai kehendak bebas atau free will.

Jadi, lucu juga ketika kita sibuk membahas buku petunjuk atau kitab orang lain…

Seharusnya kita itu sibuk membedah kitab kita sendiri. Kitab itu kebenaran, permasalahannya apakah kebenaran dalam kitab itu membuat kita menjadi manusia yang benar ? Kalau akhirnya kita dengan kitab kita malah menjadi manusia yang sombong, dengki dan pemarah, berarti ada yang salah dalam memahaminya. Input yang bagus seharusnya keluarnya bagus, bukannya malah menjadi buruk. Salah siapa kalau begitu, salah kitabnya atau orangnya ?

Jangan sampai sibuk membahas petunjuk orang lain, tapi kita sendiri tidak bergerak atau lari di tempat dengan pemahaman kita. Sedangkan orang lain yang sibuk kita nilai, sudah berjalan maju. Yang bodoh berarti siapa, yang suka menilai atau yang selalu kita nilai ? “

Tidak mudah memahami perkataan temanku ini, jika tidak merendahkan hati dan menempatkan agama bukan sebagai perhiasan, tetapi sebagai petunjuk. Aku sendiri baru memahaminya sesudah banyak mendapatkan peristiwa2 yang mencerahkan.

Sampai akhirnya pada satu waktu tertawa sendiri karena kebodohanku selama ini, ” jika agama itu sebuah petunjuk, lalu apa yang harus di sombongkan ? Masak menyombongkan petunjuk ? Petunjuk itu ya di pahami lalu di jalankan, bukannya di pamer2kan apalagi sampe di bela2.. “

Tanpa kusadari bercangkir kopi menyelamatkan kesalahan berfikirku selama ini. Mungkin karena kafeinnya yang membuka serat2 otak dari sempitnya pemahaman, bahwa semakin dekatnya kita pada Tuhan seharusnya menjadikan kita sebagai mahluk yang menyayangi sesama manusia, karena Tuhan itu Maha pengasih dan penyayang..

” Periwayat ilmu itu banyak, tetapi yang memahaminya sangat sedikit..” Imam Ali as.

(Sumber: dennysiregar.com)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed