by

Pilgub DKI Jakarta dalam Pusaran Kekuatan Tiga Besar

Oleh : Fajar Anugrah T

Setelah Ahok-Djarot diusung PDIP, demikian juga SBY yang menurunkan kuda hitam, anaknya sendiri, Agus Yudhoyono bersama Sylviana serta kubu Prabowo yang mengusung pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, konstelasi perpolitikan di Jakarta semakin memanas.

Nama Agus yang sebelumnya tak santer diberitakan, muncul menyontak publik. Bukan hanya karena dia disinyalir merupakan lanjutan estafet kepemimpinan yang ingin dilakukan SBY, jauh dari itu, saya menduga SBY ingin kembali menegakkan eksistensi dinasti Cikeas yang tampaknya beberapa tahun ini sedikit meredup pergerakannya akibat banyaknya kader partainya yang terlibat kasus korupsi.

Demikian juga Anies yang mengejutkan publik dengan pencalonannya. Rasanya sungguh seru melihat perpolitikan Jakarta ini. Mari kita perhatikan dengan seksama.

Pembicaraan politik ibu kota bak magnet besi yang kuat. Dari ranah akademis sampai pembicaraan kedai kopi, politik Jakarta tidak ada habis-habisnya diperbincangkan. Siapa pun yang bermain di kontestasi politik Jakarta akan merasa menjadi orang yang paling beruntung. Bagaimana tidak, Jakarta adalah denyut nadi Indonesia. Ia adalah ibu kota. Perekonomian dijalankan dari sana.

Di dalamnya kemewahan. Semua ada di sini. Siapa yang tak tergiur dengan Jakarta? Setiap tahun kaum urban mengadu nasib di tempat ini. Entah mencari pekerjaan apa, tak jadi soal. Yang jelas Jakarta (katanya) selalu punya cerita sendiri. Bahkan banyak dari kaum urban itu yang pada akhirnya menetap permanen di tempat ini. Begitu indahnya Jakarta di mata mereka sehingga enggan untuk pulang ke kampung halaman lagi.

Sekarang kita sering mendengar bahwa politik Jakarta merupakan sarana politik menuju Pilpres. Bagaimana tidak, berkaca dari terusungnya Jokowi menduduki orang nomor satu di negeri ini, yang mulanya ia merupakan wali kota Solo, naik ke Jakarta dan menjadi Gubernur.

Ada sinyal kuat, Jakarta (lagi-lagi) menjadi lumbung mencari simpati demi menaikkan popularitas calon entah siapa pun itu yang bermain di dalamnya untuk tujuan akhir bermain pada konstestasi pilpres. Ada tradisi yang  melekat di benak para calon pemimpin, bahwa dengan naikknya mereka di pemilihan gubernur Februari ini akan melejitkan elektabilitas mereka.

 

Bila berkaca dari konstelasi perpolitikan Jakarta saat ini, tampak sekali bagaimana kekuatan-kekuatan politik (invinsible hand) yang ada di belakang masing-masing calon memiliki kehendak tersendiri dalam mengusung para calon pilihannya.

Kekuatan-kekuatan ini secara tidak langsung mendikte perpolitikan yang dimainkan oleh calon yang diusung partainya. Tentu. Pembagian jatah nantinya merupakan hal yang pasti dilakukan oleh calon entah siapapun itu yang menang. Sejatinya politik merupakan perhelatan who gets what, how and when.

Diusungnya Ahok oleh PDIP semakin meneguhkan lingkaran kolega yang begitu kental antara Jokowi, Mega dan Ahok. Pusaran kekuatan politik di antara ketiga orang ini terbilang fantastis. Jokowi yang notabene merupakan kolega Ahok di pemerintahan DKI beberapa waktu lalu tentunya memiliki keintiman hubungan politis tersendiri yang beraroma kerja sama yang kuat. Apalagi Ahok dan Jokowi sama-sama diusung oleh partai banteng itu.

Ibu Mega, orang tua yang memiliki jiwa muda. Ia masih menjadi pengatur strategi pemerintahan di tubuh Jokowi dan tidak menutup kemungkinan pada Ahok nanti. Jelas. PDIP notabene partai pemenang pemilu memiliki power yang besar tidak hanya dalam menggalang massa namun juga memiliki pengaruh yang kuat di pemerintahan. Dan bisa jadi Ahok menjadi sama seperti Jokowi, dijadikan pejabat partai. Siapa tahu, politik dinamis.

Seperti yang dikatakan oleh saudara Rafyq Panjaitan, diusungnya Agus menjadi salah satu kandidiat dalam perpolitikan Jakarta undpredictable (tidak diduga). Jelas. Agus tidak memiliki jam terbang soal politik di Indonesia. Ia milliter. Tak begitu paham soal strategi politik. Tentu berbeda strategi perang dengan strategi politik. Apakah Agus mengetahui banyak soal politik? Saya ragu.

Pasalnya, terkesan ada pemaksaan di sana. Agus yang hampir sedikit lagi mendapatkan gelar jenderalnya, harus pupus, karena (lagi-lagi) tergiur atau barangkali didesak untuk menjadi orang nomor satu di DKI. Terusungnya Agus menjadi calon gubernur DKI semakin membuat konklusi di benak saya bahwa ini merupakan cikal bakal akan lahirnya politik dinasti baru Cikeas di ibu kota.

Munculnya Anies Baswedan juga tidak diprediksi. Semenjak melepaskan jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beberapa waktu lalu, tampaknya tujuan lain dari dicopotnya beliau adalah kursi nomor 1 DKI. Tak tanggung-tanggung ia bersama Sandiaga Uno maju dalam percaturan pilkada bulan Februari nanti. Siapa kekuatan politik di belakangnya? Prabowo sang calon gagal pilpres 2014 lalu.

Prabowo begitu antusias tatkala mengusung Anies dan Sandiaga. Ia berekspektasi memenangkan mereka. Tak lupa bagi jatah adalah hadiah utama, di samping ada rasa untuk membalaskan dendam pada Jokowi dan partai pengusungnya yang sudah melululhlantakkan perpolitikan 2014 lalu.

Munculnya tiga kekuatan politik yang ada di belakang ketiga calon tersebut semakin meneguhkan bahwa peran aktor belakang layar lebih kuat memengaruhi ketimbang popularitas dari masing-masing calon. Eksistensi mereka tampaknya begitu kuat memberikan pengaruh terhadap kontestasi perpolitikan di Indonesia.

Ibarat makan tanpa lauk, demikian jugalah perpolitikan di Indonesia yang selalu menawarkan beragam intrik di antara penguasa partai dengan para calon yang diusung.

Politik selalu bermobilisasi mengikuti perkembangan. Tak ada yang tahu perubahannya. Bisa lambat ataupun cepat. Politik dinamis, begitu katanya. Politik Jakarta selalu menarik minat pembaca, penonton dan pendengar di seluruh Indonesia. Tiga kekuatan besar telah menampakkan tajinya dan telah mengusung calon masing-masing. Tinggal bagaimana kita lihat ke depan, bagaimana pusaran ini bermain, siapa yang akan jatuh dan terbawa arus pusaran tersebut.

Tak lupa kita lihat nanti siapa yang akan menjadi pemenang tunggal dari kencangnya pusaran tersebut. Tinggal menghitung bulan jawabannya. Sambil minum kopi, mari kita lihat tayangan tersebut dan sama-sama kita nikmati.**

Sumber : Qureta.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed