by

Permintaan Maaf Ahok untuk Menyelamatkan Marwah Kiai Ma’ruf Amin

Apa tindakan yang disebut kurang ajar itu? Kiai Ma’ruf Amin dicecar oleh Penasehat Hukum Ahok selama 7 jam di ruang sidang. 

Apakah ini salah? Tidak! Yang salah adalah orang-orang di MUI yang membiarkan Kiai Ma’ruf datang ke persidangan, tidak ada yang mau mewakili, padahal Kiai Ma’ruf dihadirkan oleh Jaksa sebagai representasi dari MUI. 

Dengan usia Kiai Ma’ruf yang sudah sepuh dan mempertimbangkan kedudukan mulia yang beliau, sebagai Ketum MUI sekaligus Rais Aam PBNU, beliau bisa menolak dan mewakilkan kesaksian beliau. 

Anehnya orang-orang MUI tidak ada yang mewakili Kiai Ma’ruf, tidak ada yang memberanikan diri untuk tampil sebagai tameng Kiai Ma’ruf, justeru mereka mendorong-dorong Kiai sepuh ini yang sudah berusia 74 tahun. 

Kemana Waketum MUI, Zainut Tauhid yang juga politisi dari PPP kubu Romi, yang satu perahu koalisi dengan Cikeas dalam Pilkada DKI? Kemana Zaitun Rasmin, Bachtiar Nasir, Tengku Zulkarnain yang galak-galak lainnya? Kenapa Kiai Ma’ruf yang didorong-dorong ke Pengadilan? Apakah ini manusiawi, berakal sehat dan sesuai dengan etika? 

Ternyata memang mereka sengaja membiarkan Kiai Ma’ruf melenggang ke Pengadilan, menjadi saksi yang disambut dengan serbuan pertanyaan-pertanyaan dari Penasehat Hukum Ahok. 

Kita yang pernah disuguhi siaran langsung Pengadilan kasus Jessica, kita akan terhenyak bagaimana Jaksa, Hakim dan Penuntut Umum mencecar saksi berjam-jam. Dan Kiai Ma’ruf mengalami nasib yang sama. Di pengadilan semua orang  berkedudukan sama di depan hukum, siapa pun dia. 

Ahok adalah Gubernur DKI yang menjadi terdakwa, tidak ada perlakuan istimewa bagi dia. Pak Boediono saat jadi Wakil Presiden juga pernah menjadi saksi di Pengadilan. 

Di Persidangan, yang mengendalikan adalah Hakim Ketua dan selama Majelis Hakim menganggap pertanyaan-pertanyaan masih terkait materi, hakim akan membiarkan, kalau sudah melenceng hakim akan menghentikan. Jaksa dan Penasehat Hukum juga bisa memberikan masukan, hingga protes. 

Maka, kehadiran dan pengalaman Kiai Ma’ruf di sidang kemaren, sebenarnya biasa dan wajar, seperti pengadilan-pengadilan yang lain, masalahnya, mengapa orang-orang MUI membiarkan beliau? 

Orang-orang MUI sengaja membiarkan Kiai Ma’ruf ke pengadilan dan dicecar dengan pertanyaan-pertanyaan, kemudian membelokkan telah ada tindakan tidak manusiawi terhadap seorang kyai sepuh, ulama NU, Rais Aam NU, bahwa Ahok dan Penasehat Hukum telah melecehkan ulama. 

Timses AHY, sudah menggoreng hal ini. Rachland Nashidik, Jubir dan Mentor AHY serta bagian dari Gurita Cikeas sejak Kiai Ma’ruf selesai sidang, menjadi kompor terdepan menggoreng isu ini dengan mengirimkan rilis kemana-mana, bahwa Ahok dan Penasehat Hukumnya telah melecehkan NU dan Kaum NU. 

Orang-orang PKB yang ada di dalam struktur NU, baik di PBNU (mulai dari Sekjend/Helmy Faisal, Lembaga Dakwah/Maman Imanulhaq), PKB yang di struktur NU di Jakarta, PKB yang menguasai Ansor Jakarta, Ketua IPNU yang nyambi menjadi staf ahli DPR dari PKB, mulai berteriak soal penghinaan terhadap Kiai, tapi tidak ada yang mempertanyakan orang-orang di MUI yang membiarkan Kiai Ma’ruf. 

Iya, orang-orang PKB di struktur NU, lagi-lagi satu koalisi dengan Cikeas dalam Pilkada DKI, mereka seperti digerakkan oleh Rachland Nashidik, Jubir dan Mentor AHY. 

Gonjang-ganjing terjadi, Ahok dituduh macem-macem. Cikeas terus menerus menggoreng, SBY seperti biasa akan memanfaatkan momen ini yang dikabarkan akan Konferensi Pers pkl 16.30. Suasana mulai gaduh lagi, setelah FPI dan Rizieq tidak laku lagi dan tidak efektif lagi dijadikan senjata pemukul oleh Cikeas, sekarang isu baru yang digoreng adalah adu domba Ahok dengan orang-orang NU, dengan Nahdliyin, dengan Banser. 

Ahok dengan rendah hati meminta maaf ke Kyai Ma’ruf untuk menghentikan kegaduhan ini, sekaligus menyelamatkan marwah (kehormatan dan kemuliaan) Kiai Ma’ruf. Kok bisa disebut menyelamatkan marwah? 

Apakah anda tidak sadar bahwa Kiai Ma’ruf memberikan kesaksian palsu di Pengadilan? Saat Pengacara Hukum Ahok, Humphrey Djemat menanyakan ke Kiai Ma’ruf sampai diulang tiga (3) kali, soal kontak Telepon SBY dengan Kiai Ma’ruf, tapi Kiai Ma’ruf menjawab dengan sangat pelan dan penuh ragu, “tidak ada”. 

Berikut transkrip percakapan di Sidang Ahok antara Penasehat Hukum Ahok, Humphrey Djemat dengan Kyai Ma’ruf Amin:

Humphrey: Iya berada di lantai empat, saya ingin menanya apakah ada pada hari Kamis sehari sebelum anda bertemu paslon AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) dan Sylvi (Sylviana Murni), anda menerima telpon dari pak SBY pukul 10.16 (WIB) yang menyatakan adalah untuk mengatur agar pak Agus dan Sylvi diterima di kantor PBNU dan kedua untuk segera mengeluarkan fatwa terkait kasus penistaan agama yang dilakukan oleh pak BTP (Ahok), ada atau tidak? 
Ma’ruf: Tidak.
Humphrey: Sekali lagi ada atau tidak? 
Ma’ruf: Tidak.
Humphrey: Hakim, sudah ditanyakan berulang kali jawabannya sama, untuk itu kami akan berikan bukti.

https://m.kumparan.com/muhamad-rizki/transkrip-percakapan-pengacara-ahok-dan-ma-ruf-amin-di-persidangan

Kesaksian Kiai Ma’ruf jelas-jelas palsu yang bisa dipastikan dengan tiga hal (1). Pengakuan Kiai Ma’ruf sendiri pada media dalam wawancara dengan Liputan6.com tanggal 7 Oktober 2016. Berikut kutipan ucapan Kyai Ma’ruf:

“Pak SBY telepon saya. Saya ingat waktu beliau Presiden yang pertama kali hadir dan dampingi di Senayan kata beliau saya,” ungkap Ma’ruf di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (7/10/2016).

“SBY Telepon Ulama NU Saat Agus Yudhoyono Minta Restu Maju Pilkada” http://m.liputan6.com/pilkada/read/2620355/sby-telepon-ulama-nu-saat-agus-yudhoyono-minta-restu-maju-pilkada.

Ini saja sudah jadi bukti kuat bahwa ada telepon/komunikasi SBY dengan Kiai Ma’ruf. Lantas kenapa Kiai Ma’ruf menjawab tidak ada? Mengapa ia menyembunyikannya? Seperti halnya ia menyembunyikan pernah menjadi Watimpres SBY selama 7 tahun (2007-2014) dan pernah menjadi politisi baik dari PPP, PKB dan PKNU. Ada apa Kyai? 

(2) Pengakuan SBY dalam Konferensi Pers yang mengakui ada telepon dan komunikasi dengan Kiai Ma’ruf, namun SBY protes dan gerah kalau ia merasa disadap, meskipun Penasehat Hukum Ahok tidak ada yang mengatakan ada sadapan. 

“SBY: Percakapan Telepon dengan Ma’ruf Amin Itu Ada” http://m.liputan6.com/news/read/2843680/sby-percakapan-telepon-dengan-maruf-amin-itu-ada

(4) pengakuan Komisi Hukum MUI, Ihsan Abdullah dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam di TVOne yang hadir bersama Timses Ahok-Djarot, Guntur Ramly. Ihsan malah membenarkan adanya komunikasi antara SBY dengan Kiai Ma’ruf melalui perantara orang MUI, yang ia sebut bernama Pak Hidayat. 

Jadi, sudah jelas ya Kiai Ma’ruf memang telah memberikan kesaksian yang tidak benar di pengadilan, ia menyembunyikan soal komunikasi dengan SBY, padahal tanggal 7 November–alias 4 hari sebelum dikeluarkannya Pandangan dan Sikap Keagamaan MUI yang merugikan Ahok sebagai warga negara dan sebagai calon gubernur DKI–Kiai Ma’ruf mengakui ditelepon SBY untuk bertemu dan menyambut Agus-Sylvi di PBNU. 

Mengapa disembunyikan Kiai? Adakah bau amis dalam perbincangan itu? 

Maka dengan minta maaf Ahok, justeru telah menyelamatkan marwah Kiai Ma’ruf dan posisi Kiai Ma’ruf yang sudah terpojok. Bukan karena beliau dipojokkan tapi kesaksian beliau yang membuatnya tersudut. 

Ahok juga telah menyatakan tidak akan melaporkan Kyai Ma’ruf ke polisi, karena menurut Ahok, Kyai Ma’ruf bukan saksi pelapor, beliau seperti saksi dari KPUD yang tidak akan dilaporkan. Itu sebenarnya akal-akalan Ahok saja, karena saksi di pengadilan siapapun dia dan apapun statusnya tidak bisa lepas dari sumpah dan hukum, tidak boleh berbohong dan bersaksi palsu karena ada ancamannya. 

Yang punya hak ingkar dalam persidangan hanyalah terdakwa seorang, karena dia sedang dibuktikan bersalah, apakah dia mau mengakui atau tidak tapi bukti-bukti materil lah yang akan membuktikannya. 

Kyai Ma’ruf, saksi ahli dari KPUD, dan saksi-saksi ahli lain, tunduk pada sumpah dan hukum tidak boleh memberikan keterangan palsu. 

Kyai Ma’ruf justeru telah memberikan kesaksian palsu. Alhamdulillah Ahok menyelamatkan marwah Kiai Ma’ruf dengan tidak melaporkan ke polisi. 

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari kejadian ini, agar bisa menempatkan posisi Kyai Ma’ruf yang dihadirkan oleh Jaksa sebagai Ketum MUI, dan orang-orang MUI membiarkan, kemudian digoreng oleh Timses AHY dan Cikeas ke soal penghinaan kyai dan ulama NU, untuk memprovokasi orang-orang NU (Nahdliyin), namun untuk menenangkan kegaduhan dan menjaga marwah Kiai Ma’ruf meskipun sudah terang benderang Kiai Ma’ruf telah memberikan keterangan palsu, Ahok meminta maaf dan tidak melaporkan perkara ini ke proses hukum selanjutnya. 

Sesuai perintah Nabi Muhammad Saw, qulil haqqa wa law kana murran (katakan kebenaran walau terasa pahit). 

Hasbunallah SHi

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed