by

Perempuan yang Menari

Tiba-tiba datang seorang Ibu Tua dan seperti mencaci remaja perempuan itu. Plak! Ia menampar pipi remaja itu dan kemudian menyeret perempuan itu keluar dari arena. Kami kaget dengan apa yang terjadi, tetapi hal itu tidak menghalangi kami untuk terus berjoget.
Setelah acara selesai, kami diberi tahu bahwa Ibu Tua itu adalah Nenek remaja putri itu yang melarang Si Remaja untuk turut serta dalam kesenangan itu. Alasannya karena hal itu merupakan tabu (pamali) bagi perempuan, perempuan itu dianggap sebagai “perempuan nakal” yang akan menurunkan harga diri perempuan.
Kami kaget. Seriously?
Kami berusaha mencari reasoning tentang kejadian itu. Jadi kalau perempuan tidak boleh ikut joget? Mengapa? Mengapa semua hal harus mengandung konteks sexual? Apakah perempuan yang menari, berjoget, bersuka-cita itu melanggar hukum? Apakah perempuan yang berjoget, memakai twerking sekalipun artinya adalah sedang menggiur orang untuk melakukan aktivitas sexual?
Kemarin saya melihat banyak orang berkomentar melecehkan video Ibu-ibu yang sedang berjoget dan mabuk di suatu pesta. Setting video itu seperti di Indonesia Timur di suatu tempat dimana perempuan tidak memakai jilbab dan perayaan pesta dilengkapi dengan konsumsi alkohol. Komentar yang dilontarkan sangat abusive terhadap perempuan-perempuan itu sekolah-olah mereka melakukan suatu perbuatan nista (hanya karena mereka perempuan).
Saya berpikir, apa jadinya kalau subject di video itu laki-laki yang sedang berjoget (dan mabuk). Apa perlakuan akan sama? Saya ragu. Sama-sama mabuk, tetapi kalau yang mabuk adalah perempuan, maka akan terjadi kecaman yang berbeda.
Di tengah-tengah usaha persamaan hak, rupanya masih terjadi suatu catatan dan caveat apabila yang melakukan adalah perempuan. Yang lebih tragis banyak dari pengecam itu adalah perempuan juga.
Sumber : Status Facebook Bambang N Karim

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed