by

“Penggal Jokowi” Itu Budaya Mana?

Yang sangat menarik di sini ialah bahasan dalam ranah etno terminology. Setiap etnis di muka bumi, memiliki bahasa ekspresi ketika menyatakan aspirasinya. 

Suku bangsa Nusantara, ketika mengekspresikan kegeraman hendak mencelakai orang atau kelompok, paling sadis akan menggunakan terminologi: bunuh, clurit, bacok, badik, suduk, kepruk, carok, dimassa, keroyok, gebuk, dan sejenis itu. 

Dan tidak ada satupun dari kita yang menggunakan terminologi: penggal. 

Lalu dari mana kalimat ini berasal? Jawabannya ialah dari para pemberontak Timur Tengah yang melakukan kekacauan di negaranya. 

Mereka mendemonstrasikan memenggal kepala lawan secara vulgar. Menyebarkan videonya ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. 

Lalu kita mengadopsi terminologi ini dengan serampangan. Mungkin karena berasal dari Timur Tengah jadi dikiranya menjadi teriakan suci lagi diberkahi. 

Dan, teriakan “penggal” sebenarnya kalau ditelusuri tidak berasal dari lisan anak-anak muda dan para emak-emak. Mereka hanya korban provokasi dari panggung-panggung serta mimbar suci yang menyerukan istilah ini berulang-ulang dengan dibumbui klaim suci pula. 

Bisa jadi mereka bukan bagian atau simpatisan dari para pemberontak di Timur Tengah. Namun, jelaslah polusi itu sudah masuk ke Nusantara. 

Sebagian dari anak muda dan emak-emak sudah terdampak. Tugas kita bergandengan tangan bersih-bersih dari polusi tersebut, supaya tidak terlanjur menjadi penyakit stadium akhir, yang membentuk pola pikir bahwa terminologi “penggal” adalah sebuah kelaziman untuk dipakai, bahkan dipraktekkan. 

Pemerintah beserta para pendidik, juga para pecinta NKRI harus siap sedia turun gunung. 
Waspadalah sebelum terlambat. 

Shuniyya Ruhama
Alumni FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

(Sumber: Facebook Shuniyya Ruhama)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed