6. Sebagai pengingat, perselisihan perdata antara warga Bukit Duri vs Pemprov DKI/Ahok berkenaan 2 perkara yang berbeda, yaitu
6.1. Gugatan di PTUN atas Surat Peringatan dari Satpol PP DKI kepada warga RW09-12 sebelum penggusuran. Pihak Penggugat dalam perkara ini adalah Masenah dan 11 warga Bukit Duri lainnya, pihak Tergugat adalah Kepala Satpol PP Jakarta Selatan & Walikota Jakarta Selatan (bukan Ahok atau pun Pemprov DKI). Perkara ini pada tingkat banding dimenangkan oleh pihak tergugat — sebelumnya keputusan PTUN pada 5 Januari 2017 memenangkan pihak penggugat, warga Bukit Duri. Pengadilan banding memutuskan prosedur penggusuran di Bukit Duri yang dilakukan Pemkot & Satpol PP pada September 2016, sudah tepat. (Saat ini status perkara ini sedang dalam proses hukum lebih lanjut, atau kasasi.)
http://megapolitan.kompas.com/…/ptun-menangkan-banding-pemk…
http://www.republika.co.id/…/oji7u5330-permasalahan-bukit-d…
6.2. Gugatan class action warga Bukit Duri di PN Jakarta Pusat pada 10 Mei 2016. Pihak Penggugat adalah “class action” — 89 warga + 4 perwakilan, dan Pihak Tergugat adalah 11 instansi termasuk Pemprov DKI.
7. Rabu, 25/10/2017 PN Jakarta Pusat memenangkan gugatan class action warga Bukit Duri. Yang dimenangkan adalah tuntutan ganti rugi Rp200jt (total 18,6 M). Sementara gugatan untuk mengganti nilai kerugian imateriil dengan sejumlah uang ditolak oleh hakim.
8. Hakim juga menolak gugatan pembatalan Pelaksanaan Proyek Normalisasi Sungai Ciliwung dan Pembangunan Jalan Inspeksi di bantaran kali Ciliwung.
https://beritagar.id/…/setelah-warga-bukit-duri-menang-guga…
9. Sehingga dapat kita simpulkan apa yg terjadi terakhir ini (no. 7 & 8 di atas) sebenarnya sinkron dengan posisi dan sikap Ahok sejak awal (pada no. 3 & 5). Warga yang hak2nya dilanggar oleh Pemprov DKI mendapatkan ganti rugi yg layak (bukan 1,7 Trilyun seperti yg dituntut semula) dan proyek normalisasi DAS Ciliwung bisa tetap jalan.
10. Yang patut dipertanyakan kini adalah sikap Anies, Gubernur pengganti Ahok, yang menyatakan tidak akan banding thd keputusan pengadilan tingkat awal.
Padahal, jika mengambil referensi dari 2 kasus hukum yang melibatkan Pemprov DKI sebagai tergugat (yaitu kasus pada poin 6.1 di atas, kamudian kasus ganti rugi lahan MRT di Fatmawati), atau bahkan 3 (kasus reklamasi pulau G), pengadilan banding atau pun kasasi kerap MEMENANGKAN Pemprov DKI. Pemprov DKI terbukti punya tim hukum mumpuni.
Tetapi mengapa Anies lebih memilih ‘mentraktir’ 89 orang + 4 perwakilan warga Bukit Duri dengan mengeluarkan uang 18M (nota bene uang APBD) daripada menempuh proses hukum melalui pengadilan banding dengan kemungkinan menang ??
Apakah keputusan Anies untuk tidak banding dan dengan demikian membiarkan uang APBD 18M dikeluarkan begitu saja sudah sesuai dengan prinsip “good governance” (tata kelola pemerintahan dan keuangan yang baik) ?
Apakah DPRD DKI gak terganggu dengan sikap/keputusan pak Gubernur ini ?
11. Yang menarik juga, Anies yang kelihatannya “gets excited too fast”, dengan percaya diri menggelar panggung keberpihakan & kepahlawanan bagi dirinya, mengajak 89 orang + 4 perwakilan warga Bukit Duri untuk berdialog dan nego soal ganti rugi (?).
https://www.merdeka.com/…/warga-bukit-duri-menang-lawan-dki…
Apakah Anies sadar apa yang sedang ia lakukan ?
Dialog dengan 89 + 4 kepala (dengan kuasa hukumnya) soal duit !? Whew, ngomongin duit sama 1 kepala saja hasilnya bisa kepala jadi kaki, lalu ini 89 + 4 ?? Ini ujung dialognya akan ke mana ?
Sandi boleh saja punya usulan bangun kampung susun dengan uang itu. Pertanyaannya, apakah setiap kepala, sebanyak itu, pasti setuju ?
http://megapolitan.kompas.com/…/sandiaga-sebut-ganti-rugi-w…
Anda hendak berdialog dengan 89 orang + 4 perwakilan dan kuasa hukumnya, mereka adalah pihak2 yang sebelumnya menentang normalisasi sungai, melawan relokasi, menolak mendapatkan rusun, dan menuntut Pemprov membayarkan mereka 1,07 Triliun, anda yakin urusan dialog ini ke depan akan makin sederhana ?
Yahh, kiranya Tuhan menyertaimu dan memudahkan segala urusanmu, Nies…
Sumber : Status Facebook Ferdinan Tobing
Comment