by

Pembenci Jokowi Terus Disesatkan Sampai Tersesat Beneran

Kehadiran Jokowi di jajaran elit politisi tanah air dengan segenap kontroversi yang menyertai adalah awal dimulainya produksi hoax atau berita bohong yang hingga saat ini masih tetap ada.

Salah satu faktor penyebab hoax tersebut dengan mudah menyebar adalah minimnya indeks literasi masyarakat. Pesatnya perkembangan teknologi informasi yang tak diikuti pemahaman penggunanya, kian melancarkan penggiringan opini yang beredar di tengah masyarakat menuju tujuan pembuatannya.

Isu SARA yang mendominasi konten hoax makin mempercepat transformasi ke alam pikir penerima yang masih minim indeks literasi, hingga dengan cepat pula berkembang menjadi opini yang diyakini.

Mereka yang menerima informasi bohong tentang Jokowi sebagai antek PKI hingga meyakini sebagai suatu kebenaran tentu juga telah mengalami sesat pikir. Keberadaannya terus dipelihara dan terus menerus dijejali informasi-informasi bohong lainnya tentang Jokowi dengan ragam aktifitasnya.

Jokowi antek PKI adalah hoax paling sensitif dan paling berpengaruh yang terus menerus dikembangkan hingga tersebar secara masif narasi bangkitnya organisasi berlambang palu arit tersebut dengan berbagai gambar serta video editan yang menyeramkan di media sosial.

Ketika Jokowi memenangkan Pilpres di 2014 dan menjabat sebagai presiden hingga saat ini, keyakinan yang tertanam dalam pikiran sebagian rakyat Infonesia bahwa Jokowi antek PKI masih ada dan terus berkembang menjadi Jokowi bukanlah seorang Muslim serta seorang musuh Islam yang kerap mengkriminalisasi ulama dan harud diberhentikan.

Dalam perjalanannya, kelompok masyarakat yang sesat pikir itu dimanfaatkan sedemikian rupa oleh mereka yang berkepentingan dibalik pembuatan dan penyebaran hoax tentang Jokowi. Beragam aplikasi pemanfaatan dirancang guna menghantam Jokowi dan menggulingkannya dari kursi presiden.

Demo berjilid-jilid digelar di Jakarta dan beberapa daerah lain yang berbasis massa sesat pikir yang dikoordinir dan dikemas dalam bentuk kegiatan keagamaan hingga ke jalan-jalan. Sebelum dan sesudah menunaikan ritual ibadah, massa yang sesat keyakinannya tersebut biasanya lantang meneriakkan narasi-narasi tentang Jokowi yang sarat caci maki dan benci.

Hingga memasuki masa akhir periode jabatan presiden, segenap cara dan upaya yang dilakukan kelompok pembenci tak juga mencapai tujuan lengsernya Jokowi. Bagi mereka, kegagalan ini makin menakutkan karena sebentar lagi akan memasuki Pilpres 2019 dimana kenyataan yang ada Jokowi malah semakin terlihat tangguh dan tak terkalahkan oleh kandidat lainnya.

Ketakutan bukan membuat mereka kembali pada jalan yang benar. Sesat pikir yang dialami sepertinya sudah pada tingkat parah bagi sebagian mereka yang ternyata terus berupaya mencari-cari jalan mengalahkan Jokowi. Dari sebagian itu lahirlah ide berupa gerakan tagar 2019 ganti presiden dengan tujuan mempengaruhi sebagian lainnya yang sudah berusaha keluar dari sesat pikirnya.

Harus diakui bahwa diawal penyebarannya, gerakan tagar 2019 ganti presiden cukup mempengaruhi sebagian orang yang akan kembali ke jalan yang benar untuk kembali lagi bergabung dalam ilusi ganti presiden yang dibuat. Tetapi dalam perkembangannya, gerakan tersebut justru menunjukkan bahwa mereka yang bergabung di dalamnya tak lebih dari sekedar kumpulan orang-orang yang sedang sesat pikir tentang sosok presiden Jokowi hingga terus bernafsu untuk menggantinya.

Yang paling nampak bahwa gerakan tagar ganti presiden tersebut hanyalah ekspresi sesat pikir dari orang-orang yang ada di dalamnya adalah tidak adanya calon atau kandidat presiden yang ditawarkan sebagai solusi pengganti Jokowi di 2019. Selain itu, kegiatan jalanan yang memalukan seperti yang terjadi di area car free day beberapa waktu lalu, hingga pagelaran demo di depan tempat usaha anak Jokowi yang menjijikkan, semakin menyadarkan sebagaian dari mereka untuk keluar dari sesat pikirnya dan kembali ke jalan yang benar.

Tak juga berhenti dengan upaya mengalahkan Jokowi. Yang terkini, tragedi bom molotov dan kebakaran mobil yang dialami oleh dua tokoh inti gerakan tagar itu tiba-tiba diikuti opini bahwa kejadian tersebut direkayasa. Mereka mengeluarkan statement yang mengaitkan kejadian tersebut dengan gerakan tagar yang mereka jajakan selama ini. Tetapi lagi-lagi, fakta yang ada di lapangan menjawab bahwa kedua tokoh tersebut hanya berupaya memelihara sesat pikir dari sebagian rakyat Indonesia yang masih tersisa agar terus mengikuti syahwat politik mereka di 2019.

Cukup lama sesat pikir dialami oleh sebagian saudara kita di seberang sana. Mereka terus menerus dijerumuskan ke jalan gelap se gelap gelapnya oleh para politisi haus kuasa, pengusaha hitam, setan berbaju agama, dan para pengecut lainnya yang sangat berkepentingan atas lengsernya Jokowi dari kursi presiden.

Tetapi pada akhirnya kita semua wajib bersyukur karena Tuhan senantiasa menjaga bangsa dan negara ini dari kehancuran dengan tetap mempercayakan kepala negara pada seorang Joko Widodo yang seiring berjalannya waktu makin menunjukkan dirinya sebagai yang terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan prestasi yang luar biasa tetapi tetap dengan sosok yang apa adanya. Alhamdulillah.

Imam Fadholi

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed