Oleh: Muhammad AS Hikam
Laporan-laporan media serta para pekerja demokrasi di Indonesia beberapa tahun terakhir di bawah Presiden SBY menunjukkan dengan gamblang meningkatnya kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk dlm bidang kebebasan berkumpul dan berpendapat. Berbagai seminar, tayangan film, penampilan seni teater, dan sejenisnya telah dilarang dengan semena-mena tanpa memakai landasan hukum.
Sayangnya pihak Polri juga cenderung telat dan tdk mengantisipasi ancaman-ancaman seperti itu. Apalagi jika pihak pelaku pelarangan menggunakan alasan keagamaan atau alasan membendung ideologi kiri (baca: komunisme). Alat negara seakan di fait accompli utk melakukan pembiaran. Jika pihak2 yg dihalangi hak-hak asasinya tersebut mencoba melakukan perlawanan, resikinya terlalu besar. Bukan saja mereka meriskir diri menghadapi tindak kekerasan fisik, tetapi pihak aparat belum tentu akan berpihak membela mereka!
Kondisi yg parah dlm bidang perlindungan hak-hak dasar ini tampaknya masih tetap tak berubah di masa pemerintahan PJ. Kendati beliau sudah sering menyatakan komitmennya memerangi pelanggaran HAM dan aksi kekerasan, namun tetap belum bisa dibuktikan secara empiris misalnya menurunnya angka pelanggaran HAM selama lbh dr setahun terakhir. Lembaga seperti Wahid Institute malah bbrp bulan lalu melaporkan adanya peningkatan dlm soal kekerasan berkedok agama di beberapa wilayah RI.
Itu sebabnya LP dan jajarannya tdk bida hanya menyatakan penyesalan dan prihatin atau beretorika saja. Harus ada tindakan penegakan hukum yg tegas dan bisa disaksikan oleh publik bhw pemerintah serius. Dan karena Polri adlh leading sector dlm mslh keamanan dan ketertiban umum, maka suka atau tidak suka alat negara inilah yg hrs menjadi pelaksana.
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna!
(Sumber: Facebook Muh AS Hikam)
Foto: FPI membubarkan acara diskusi yang diadakan HMI (Okezone.com)
Comment