by

Orang Buta yang Menjadi Pemimpin Agama

Oleh: Denny Siregar

 

Berhala paling mengerikan itu memang berhala yang mengatasnamakan agama. Berhala atas nama agama itu mengacaukan pola pikir antara kebenaran dan kesalahan. Mereka yang tidak siap dalam beragama, akan banyak terjebak pada situasi ini.

Kenapa tidak siap? Karena sejak dalam pendidikan dasar ketika mereka ingin mempelajari agama lebih dalam, yang dicekokkan di dalam pemikiran mereka adalah singkirkan akal, karena akal berpotensi mengakali sesuatu. Mereka bahkan tidak mampu membedakan akal sebagai kata benda dan mengakali sebagai kata kerja.

Akal adalah mahluk paling mulya yang diciptakan untuk mendampingi manusia. Karena itu di dalam kitab suci banyak sekali firman Tuhan yang menyuruh kita untuk berfikir. Iman ada, sesudah akal bekerja. Semakin sempurna akal, maka iman semakin sempurna. Tidak akan beragama orang yang tidak berakal.

Lalu apa fungsi dari kitab suci dan perkataan Nabi? Itulah petunjuk bagi akal. Akal menyerap, mencari hikmah, menempatkan sesuatu pada tempatnya dan ketika akal sudah mampu memilah mana kebenaran dan kesalahan, maka akal akan mengikuti kebenaran dengan kelegaan.

Ketika akal disingkirkan dari mencari kebenaran, maka manusia akan menjadi buta, hilang akal. Ketika manusia buta, maka ia menjadi bodoh. Ketika bodoh, maka ia menjadi fanatik buta. Ketika fanatik buta, disinilah akar radikalis disemaikan. Apa bedanya dengan hewan? Hewan hanya mengikuti siapa yang kuat, bukan siapa yang benar.

Salah satu ciri orang berakal dalam beragama adalah ketika outputnya menjadi benar dan output yang benar dalam agama adalah ahlak. Seperti mesin dimanapun ketika settingannya benar, maka seluruh sistemnya bekerja dengan benar.

Jadi paling mudah melihat mana pemuka agama yang benar adalah lihat bagaimana ahlaknya. Kalau dia mencontoh Nabi, maka lihatlah apakah ahlaknya Nabi yang dia pakai, bukan pakaiannya, bukan jenggotnya. Karena pada zaman Nabi, siapapun berpakaian dan berjenggot seperti Nabi bahkan musuh besar beliau. Tapi yang membedakan Nabi dengan mereka adalah ahlaknya.

Pernahkah mendengar bahwa Nabi adalah seorang pedagang yg handal? Pernahkah mendengar bahwa bunda Khadijah istri beliau adalah konglonerat pada masanya yang mempunyai 70 ribu ekor unta? Hitung saja jika harga unta kita samakan dengan 300 juta rupiah pada masa sekarang, berapa harta beliau? Trilyunan rupiah. Lalu apakah beliau bermewah-mewah dalam hidupnya?

Beliau bahkan mencontohkan berpuasa sebagai pengingat dan kesempurnaan jiwa dalam mengingat Tuhan. Beliau bahkan berpakaian sangat sederhana, kalah mentereng dengan yang menamakan diri sebagai sahabat-sahabat yang menjulurkan pakaian ke tanah karena ingin terlihat kaya. Seluruh hartanya dipergunakan dalam kebaikan. Berapakah yg diwariskan beliau kepada keluarganya? Hampir tidak ada.

Lalu bagaimana dengan sikap para penjual ayat sekarang? Mereka bermewah-mewah dalam hidupnya. Mulut mereka berbicara ikuti Nabi, tapi apa yang mereka ikuti? Apakah motor gede itu berarti mengikuti Nabi? Apakah mobil Hummer yang miliaran rupiah itu mengikuti Nabi? Apakah sikap “harga pas tancap gas” dalam memberikan ceramah mengikuti Nabi? Apakah sikap menjadi budak dunia adalah sikap Nabi?

Lalu dimana akal ketika mereka malah menjadi berhala? Dimanakah akal ketika mereka dijadikan panutan? Akal dimana ketika kata-kata mereka dijadikan sebagai pondasi kebenaran?

Dan betapa hebatnya ketika saya menyentil mereka, saya disuruh melihat diri sendiri apakah sudah benar. Saya sudah pasti belum benar, tetapi saya tidak melabeli diri sebagai ustad, ulama, dai atau apapun gelar yang bersifat keagamaan. Hukumnya sangat berat jika label tidak sesuai dengan sikap, yang terjadi adalah fitnah. Lalu kenapa mereka menjadi lebih mulya daripada seorang pelacur? Seorang pelacur tidak pernah memfitnah atas nama agama. Mereka jelas tahu bahwa apa yg dia lakukan kotor. Tapi seorang pemuka agama melabeli diri mereka bersih, meski dirinya sangat kotor.

Dan lihatlah apa yang terjadi ketika Tuhan membuka aib mereka dengan sangat hina. Ditangkap karena korupsi, ditangkap karena memperkosa santri, ditangkap karena menipu umat. Dan kalian masih menjadikan gelar itu sebagai berhala yang bahkan tidak boleh dibicarakan dengan terbuka?

Oh, come on… Singkirkanlah berhala itu, ini dunia nyata di akhir zaman. Fanatisme buta adalah kehinaan. Kalian itu beragama. Kalian itu bukan Leonardo Dicaprio di film Titanic yang berkata, “You jump, I jump..”

Hidupkan mesin di akal kalian dan mulailah mencari kebenaran dari penimpin agama yang benar. Cara melihat benarkah dia, lihat ahlaknya dlam setiap perbuatan. Amati terus sekecil2nya sikapnya. Jika terlihat itu hanya tipuan semata, tinggalkan.

Kalau belum bertemu, duduklah sejenak. Minum kopi sambil luaskan pandangan dan rendahkan hati. Catat, ilmu itu seperti air dan air tidak mengalir ke tempat yg lebih tinggi. Carilah mereka yang ilmunya tinggi dengan kerendahan hati yang tidak tertandingi. Jika belum dapat, minta bantuan teman. Jika masih belum dapat juga, kenapa tidak jadi guru bagi diri sendiri? Itu jauh lebih berguna daripada menjadi sapi, yang dengan rela dibawa ke tempat penjagalan.

Sudah pahamkah, kau teman?

(Sumber: dennysiregar.com)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed