by

NU, You Rock Bro!!!

Di sudut lain yai Cirebon kesayangan Husein Muhammad menulis: kata kafir bukan lagi merujuk pada komunitas diluar komunitas agamanya, tapi menyitir ulama Esgar Ali Engineer, kata kafir lebih tepat dinisbahkan pada mereka yang menolak sifat “Ilahi”, menolak masyarakat yang adil, egaliter dan bebas dari setiap bentuk penindasan. Seperti pada mereka yang menolak redistribusi tanah untuk keadilan. Yai satu ini ada di garda depan mereka-mereka yang mendorong reinterpretasi Qur’an dan Hadist agar berkeadilan, melawan penafsiran literalis berujung pada ketidak-adilan (khususnya perempuan) seperti pada kasus nikah, cerai, talak, waris, kepemimpinan, female genital mutilation, kerja, nikah muda dsb. Mereka2 yang berani menentang arus tafsir konservatif, mendasarkan pada ilmu evidence-based dan konteks, untuk mencari tafsir yang adil.

Ini ruang perebutan makna. Setidaknya, setidaknya banget, kalau ada orang yang bilang “kafir” seenaknya di depan publik, orang-orang lain di sekitarnya akan mendelik dan mengingatkan. Kalau ada pengajar TPA mengajari anak-anak TPA tepuk kafir, ibu-ibu tercerahkan di sekitarnya akan protes. Kalau ada sekolah-sekolah yang mengajarkan kata ini sehari-hari, ortu-ortu akan mengirimkan sinyal protes atau tidak mau menyekolahkan anaknya disana. Perebutan makna terjadi di ruang-ruang sehari-hari. Dan ini perdebatan sehat, tanda bahwa memaknai Islam itu tidak tunggal dan letter lek, kamu pilih penafsiran, saya pilih penafsiran, mari kita debat dengan damai.

NU, you rock bro!

Sumber : Status Facebook Chitra Retna S

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed