by

NKRI-ku, Belajarlah dari Suriah!

Oleh: Ahmad Zainul Muttaqin

Akhir-akhir ini kita diributkan dengan polemik mengenai kemunculan kembali PKI di tengah-tengah masyarakat. Biasanya orang-orang dari golongan “anu” itu semangat sekali mengangkat isu bahaya ancaman PKI bagi negeri ini. Dalam tulisan pendek ini saya hanya hendak memaparkan siapa sebenarnya yang lebih urgent untuk kita waspadai sebagai ancaman bagi NKRI dibanding PKI. Dan dalam tulisan ini saya tidak punya kepentingan apapun untuk membela PKI dan sejarah mereka yang terlanjur dianggap gelap.

Oke, isu PKI sekarang diangkat-angkat kembali. Saya sebenarnya bingung yang orang-orang itu teriakan sebagai ancaman sebenarnya apa? Apakah PKI sebagai Partai (yang entah wujudnya saja entah dimana sekarang) atau ideologi Komunisme itu sendiri. Karena kita tidak bisa menyamakan Komunisme sebagai ideologi dan PKI sebagai (mantan) Partai di Indonesia, sebagaimana kita tidak bisa menyamakan Islam dengan Muslim. 

Seandainya Komunisme adalah ancaman bagi NKRI, maka sudah sampai di level mana ancaman mereka di negeri ini? Sudah berapa banyak jumlah pengikut mereka disini? Sudah sehebat apa mereka menguasai pola pikir masyarakat kita? Bukankah senjata paling efektif menguasai pola pikir masyarakat luas adalah dengan menguasai media, lalu sudah sebanyak dan sekuat apa media mereka menguasai pemikiran masyarakat di negeri ini? Jangan sampai kita hanya ribut dengan ditemukannya palu dan arit di teras rumah, sementara perampok dan begal sudah ada di dalam rumah menjarah isi rumah.

Lalu siapa yang saya maksud? 

Mari pertegas, bisa jadi paham Komunisme yang dibawa PKI punya sejarah berdarah di Indonesia, tapi apa ia juga pasti membawa sejarah berdarah di negara-negara lain? Oke, ini bisa jadi diskusi panjang. Di beberapa negara, komunisme dikecam tapi di beberapa negara lain justru Komunisme dianggap sebagai penjaga kedaulatan atau setidaknya tidak dianggap berbahaya dan tidak memiliki sejarah buruk seperti di Indonesia. Di Uni Soviet mereka menghajar Nazi, sejarah Stalingrad sudah membuktikannya. Bahkan di Suriah hari ini para pejuang SSNP (Syrian Socialist Nasionalist Party) dan Arab Socialist Ba’ath Party memiliki ribuan pejuang yang menjaga kedaulatan tanah airnya dari gelombang invasi teroris takfiri asing yang memenuhi negeri mereka. Bahkan di Palestina ada kelompok besar Muqawwamah bernama PFLP (Front Populer Pembebasan Palestina), salah satu gerakan Muqawwamah tertua di Palestina yang mengadopsi ideologi Marxist-Leninist yang memiliki sayap militer bernama Brigade Abu Ali Mustafa yang telah puluhan tahun berdiri teguh melawan pendudukan Zionis di Palestina jauh sebelum berdirinya Hamas. Belum lagi jika kita bicara Komunisme di Tiongkok dan Korea Utara.

Saya tidak sedang membela Komunisme, tapi saya hanya ingin menjelaskan sejarah Komunisme itu berbeda-beda di setiap belahan dunia. Bisa jadi memiliki sejarah buruk di negeri ini, tapi tidak di negara-negara lain. Dan jangan pernah lupa dengan kalimat ini, “Sejarah ditulis oleh sang Pemenang”.

Mengenai Siapa yang Lebih Mengancam Bagi NKRI, Mengapa tidak belajar dari Suriah? 

Ada sebuah ideologi yang tidak kalah berbahaya dimana anda sering dibuat lupa bahkan bisa jadi anda pernah jadi salah satu pengagumnya. Inilah paham Takfirisme, paham yang suka mengkafirkan dan menyesatkan golongan yang berbeda, dalam tahap ekstrim bisa sampai tahap makar dan menghalalkan darah semua yang menentang. Dan celakanya paham ini membawa nama Tuhan sebagai pembenar bagi aksinya. Inilah yang saya maksud lebih urgent untuk diwaspadai, karena mereka punya pengikut yang tidak sedikit di negeri ini. 

Kalau PKI sekarang bila mengadakan pertemuan hanya secara sembunyi-sembunyi dan hanya dengan sedikit simpatisan (itupun kalau ada), maka gerakan-gerakan Takfirisme muncul dimana-mana tanpa malu dan terang-terangan, berdemo di jalan, membuat seminar-seminar kebencian dimana-mana bahkan setiap tahun ada yang mengadakan milad tabligh akbar makar dengan puluhan ribu peserta sambil meneriakkan ganti sistem “Kafir” Demokrasi dengan Khilafah versi mereka. Lalu siapa bilang mereka disini hanya punya sedikit simpatisan? 

Media-media mereka menguasai arena dunia maya dan media sosial di negeri ini, utamanya yang berbau Islam. Kapanpun anda berselancar tentang “Islam”, media-media mereka seringkali dalam list teratas. Para aktivis mereka masuk secara terbuka ke kampus-kampus dan sekolah-sekolah untuk menjaring pengikut. Slogan mereka terdengar indah di telinga dan menggiring masyarakat awam untuk menegakkan agama (versi mereka) dengan menebar kebencian dan penyesatan. Dan mereka punya satu kesamaan jelas, selain pendukung makar terhadap NKRI mereka juga pendukung kelompok makar yang sama di Suriah. Lalu mengapa bisa begitu? Karena Indonesia dan Suriah punya kesamaan terang, yaitu negara demokrasi yang menjunjung Kebhinekaan dan Pluralitas.

Sekali lagi belajarlah dari Suriah, disana para kelompok Teroris dalam garis besarnya terbagi dalam 3 kubu: ISIS, Jabhat Nushrah dan FSA yang semuanya punya banyak simpatisan disini. 

Ya, mungkin mulai banyak dari mereka yang sadar bahaya ISIS seiring tereksposnya berbagai kekejian mereka di Iraq dan Suriah, dan juga pemerintah telah mengumumkan tindakan tegas bagi siapapun yang mendukung kelompok ini, padahal belum lama ini begitu segar di ingatan kita media-media takfiri di negeri ini begitu memuja-muja ISIS sebagai “Ath Thoifah al Manshurah” dan “Panji Hitam yang Dijanjikan”. 

Ok, lupakan sejenak ISIS. Kelompok ini sendiri mulai ditinggalkan oleh orang-orang lugu yang dulu memujanya (walau sekarang simpatisannya pun masih banyak). Kini para muslim lugu yang masih bingung cari jati diri ini punya idola baru bernama Jabhat Nushrah (cabang Al-Qaeda di Suriah) dan FSA yang sama-sama (diketahui atau tidak oleh mereka) memiliki donatur tetap yaitu USA, Turki, Saudi dan Qatar untuk menggulingkan pemerintah sah yang menjunjung pluralitas Suriah.

Simpatisan Jabhat Nushrah disini seperti Abu Jibril memiliki banyak pengikut, media yang dikelolanya, Arrahmah.com  adalah salah satu media “islam” yang paling laris dikunjungi, padahal isinya penuh makar, hasud dan ajakan “jihad” memporakporandakan negeri sahabat kita Suriah. Dan jangan lupa, satu anak Abu Jibril kemarin baru tewas bertempur bersama Al-Qaeda di Suriah. 

Bagaimana dengan FSA? Maka disini ada orang-orang semacam Fathi Yazid Attamimi dan timnya “Misi Medis Suriah” dan “Syria Care” yang banyak menguasai pemberitaan tentang Suriah di dalam negeri. Bukankah sudah saya bilang, siapa yang menguasai media maka ia yang akan menguasai pola pikir masyarakat. Kalau anda masih bingung, orang-orang inilah yang gencar menyebar foto-foto Hoax tentang Suriah lalu diklaim sebagai “Korban Kekejaman Rezim Syi’ah Assad” yang ujung-ujungnya mencantumkan rekening minta sumbangan dengan kedok “bantuan kemanusiaan”.

Orang-orang ini tidak pernah berani menyajikan fakta bahwa Suriah adalah negeri demokratis yang pemerintahnya merupakan hasil pilihan mayoritas rakyatnya sendiri (88.7% vote Pilpres Juni 2014). Mereka tidak pernah berani menyajikan fakta siapa saja orang-orang penting yang mengisi kabinet pemerintahan Assad dan apa mazhab mereka. Mereka tidak pernah berani menyajikan fakta para ulama mana saja yang dekat dengan Assad dan dari mazhab apa mereka. Orang-orang ini tidak punya kebenaran untuk dijual, satu-satunya yang berani mereka jual hanyalah Hoax dan propaganda karena hanya itu yang mampu mereka jual, sambil mengambil keuntungan dari karakter masyarakat Indonesia yang gampang simpati dan percaya.

Orang-orang ini memanfaatkan begitu sensitifnya isu SARA di negeri ini dengan mempropagandakan slogan “Membela Ahlusunnah dari Kekejaman Syi’ah” memanfaatkan mazhab mayoritas yang dipeluk muslim Indonesia yaitu Ahlusunnah wal Jama’ah dan masih gampangnya masyarakat kita dihasud secara ashobiyyah.

Lalu apa yang bisa kita harap dari orang-orang yang selalu memancing kebencian antar golongan di negeri yang menjunjung kebhinekaan dan pluralitas ini? Apa yang bisa kita harap dari orang-orang yang berteriak “Tegakkan Khilafah” sambil mencaci maki Pancasila dan Demokrasi sebagai kafir? Apa yang bisa kita harap dari orang-orang yang mulutnya mengaku cinta NKRI tapi jadi simpatisan Khilafah di negeri orang lain? Apa anda pikir mereka tidak akan melakukan hal yang sama di negeri sendiri? Apa yang bisa kita harap dari orang-orang yang mengajak anda berteriak “Bahaya Komunis dan Bahaya Syi’ah!” padahal bahaya yang paling real bagi NKRI adalah mereka sendiri.

Lalu kalau komunis dan Syi’ah dianggap berbahaya, bagaimana dengan orang-orang ini?

 
(Sumber: Facebook Ahmad Zainul Muttaqin)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed