by

Nasib Eggi Sujana

Eggi mirip sepah tebu yang habis manisnya. Ia teronggok di pojokan seharga sampah. Prabowo dan elit politik lain mengurus diri mereka masing-masing. Meski kalah Pilpres, mereka masih punya partai. Ada deal-deal politik yang bisa ditawarkan. Tapi Eggi, nasibnya kini benar-benar ada di ujung tanduk.

Kisah Eggi dan pembela Prabowo yang membelakangkan nalar sehat lain, berakhir tragis. Saat masih berguna mereka dirangkul. Dijagokan. Dielu-elu. Begitu sudah nir guna, mereka seolah tak saling kenal. Yang ketiban sial tentu keluarga dan sahabat dekat. Kerjasama politik telah selesai. Hanya kerabat yang masih peduli.

Mestinya, orang-orang seperti Eggi tahu diri. Ia harus memahami batas. Prabowo mungkin punya jaringan yang kuat. Tapi selain keluarga, mustahil ia menggunakan jaringan dan uangnya untuk menolong coro yang sedang terbalik badannya, seperti Eggi Sudjana. Keponakan Prabowo yang bobol ATM bolehlah diselamatkan. Atau Aryo yang foto mesumnya beredar luas. Dengan ajaib kasus itu hilang.

Tapi Eggi? Orang ini jelas tak ada manfaatnya lagi bagi Prabowo. Mejauh adalah pilihan tepat. Agar nama baik yang tersisa tak ikut tercemar. Prabowo mungkin gegabah, grusa-grusu. Tapi ia bukan orang bodoh.

Untuk itulah, kasus Eggi Sudjana dan akibat teriakan people power ini mestinya cukup. Jangan ada kebodohan lain. Kasihan keluargamu. Yakinlah, Prabowo dan BPN tidak akan berbuat apa-apa. Mereka sudah sibuk dengan agenda-agenda politik selanjutnya. Orang-orang seperti Eggi hanya dimanfaatkan. Bodohnya, Eggi tidak sadar hal itu.

Pilpres telah selesai. Prabowo kalah. Terimalah kenyataan itu dengan lapang dada. Kembalilah ke dunia nyata. Bekerja dengan baik dan membangun negara. Kalian yang heboh berjuang di bawah terik matahari. Memaki-maki pemerintah dan aparat. Tapi mereka hanya menonton dan menikmati hasilnya.

Sementara kalian, pendukung kelas coro hanya akan membusuk di penjara. Persis seperti Eggi dan para pendahulunya. Lihatlah ia yang dulu memaki Jokowi seenak jidatnya. Sekarang meminta pertolongan kepadanya. Eggi merengek dengan penuh derai air mata.

Kasihan Eggi Sudjana. Ia hanya wayang yang bodoh. Tak tahu kapan harus berhenti. Ia seperti babi hutan yang terlanjur maju dengan penuh nafsu. Ketika telah sampai di bibir jurang, babi itu terjun bebas tak tertolong lagi.

Untuk Eggi-Eggi yang lain, berhentilah. Sayangi keluargamu. Percayalah, opor ayam jauh lebih enak dari nasi aking dan cacahan kangkung penjara. Berhentilah, selagi bibir jurang belum terlampaui. Jangan jadi babi bodoh yang dimanfaatkan. Jangan meniru Eggi Sudjana. Ia yang kini merana dalam ancaman penjara.

Sumber : Status Facebook Idam Kolik

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed