by

Nadiem : Gelar tidak Menjamin Kompetensi

Lha sekarang, akreditasi sekolah/perguruan tinggi itu gimana? Itu penilaian output dari sistem jaminan kualitas atau hanya penilaian bagus atau tidaknya sistem jaminan kualitas? Lha wong ketika assessment lapangan aja reviewer dan pihak yang akan dinilai pakai janjian.

Istilahnya kayak gini, kalau mau lihat calon istri itu pakai janjian, nanti tahunya dia yang pas dandan cantik. Beda kalau mau melamar orang gak pakai janjian. Siapa tahu pas doi sedang ‘rembes’, malah tahu aslinya to apa dia cantik beneran atau cuma bedaknya saja yang setebal es di kutub sana. Kalau yang terjadi yang seperti kedua ini, pantaslah Pak Menteri bilang gitu untuk akreditasi.

Kalau saya, ini refleksi diri sih meski Mas Menteri lebih muda dari saya dan doi baru masuk dunia pendidikan. Gak usah kemudian bilang, “ngapain mas nadiem sekolah tinggi?”

Orang sekolah tinggi itu niatnya macam-macam. Ada yang mau jadi dosen, peneliti, karena memang kualifikasinya harus tinggi. Ada yang sekolah tinggi daripada nganggur Ada yang sekolah tinggi memang seneng belajar. Ada yang sekolah tinggi karena suka tantangan bersekolah. Ada yang sekolah tinggi karena takut uangnya busuk alias kebanyakan duit. Macem-macemlah.

“Kalau kamu?”
Kalau saya dulu langsung lanjut sekolah lagi karena dua alasan: masih penasaran dan daripada ditanya ‘kapan nikah?’:D Nutupi ketidak payuan hahahaha #ups

Eh, sebulan setelah masuk kuliah malah langsung dilamar … 

Nah kan, lagi-lagi ini membenarkan perkataan Pak Menteri: kelulusan tidak menjamin siap berkarya. Lha wong malah sekolah lagi dan terus nikah. Nambah-nambahi ‘bonus demografi’ 

Sumber : Status Facebook Septin Puji Astuti

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed