by

“Muslim Ngefrend” dan Generasi Medsos

Nah, Muslim Ngefriend berarti sosok anak muda Muslim yang gaul sekaligus Islam banget. Itu berarti energi ruhaniah keislaman yang mereka wujudkan dalam kehidupan sehari-hari selalu menyejukkan. Mereka bangga menjadi Muslim, tapi pada saat yang sama urusan “primordial”-nya sudah tuntas.
 
Mereka terbang melampaui semesta (passing-over); mencari makna dalam setiap dimensi kehidupan. Mereka adalah laskar muda yang sangat menyelami betul secara emik makna hadis Nabi Muhammad SAW ini: “Hikmah adalah barang hilang si Mukmin, maka pungutlah di mana pun kau temukan.” Di sini hikmah bermakna kearifan sekaligus pengetahuan sebagai sebuah energi positif.
 
Dengan demikian, Muslim Ngefriend acapkali menyelami agama secara asyik-masyuk (eros-oriented-religion), bukan sekadar “hamba-tuan” (nomos-oriented-religion) yang menuntut ketaatan absolut seorang manusia dengan penuh ketakutan kepada Tuhan-nya. Muslim Ngefriend adalah barisan anak-anak muda yang selalu—meminjam istilah filsuf Bertrand Russell—diinspirasi cinta dan dibimbing ilmu dalam memaknai setiap nafas kehidupan.
 
Mereka selalu merindu pada Sang Pencipta yang Mahacinta. Sifat-sifat keagungan Tuhan yang kerap disimbolkan oleh kekuatan Mahaangker tunduk pada kelembutan cinta-Nya. Puncak dari proses itu, tiada lain, adalah akhlak mulia: berdamai dengan alam, menebar kebajikan, merawat keragaman, memuliakan manusia.
 
Lalu, apa makna esensial menjadi Muslim? Secara singkat,menjadi Muslim itu, ya ngefriend! Muslim Ngefriend keren abis. Idolanya adalah Nabi Muhammad SAW, sang nabi cinta. Mereka adalah generasi “tengah-tengah” (wasathon). Di benaknya hanya memancar sifat-sifat tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), adil, dan tasamuh (toleran). Mereka tak pernah ekstrim, baik dalam pikiran maupun tindakan. Muslim Ngefriend selalu memaknai Islam dalam konteks kebangsaan; merawat dan menghargai eksistensi kelompok lain. Apa pun latar belakangnya!
 
“The Architect of Visual”
 
Everything is digital. Ungkapan ini terasa nendang. Petanda bahwa teknologi digital telah berfungsi—meminjam istilah Straubhaar & LaRose (2004)—sebagai media drive culture. Artinya, munculnya teknologi digital otomatis mengubah gaya hidup dan budaya masyarakat secara drastis. Puncaknya saat ini adalah digitalisasi dan internet.

Sumber : Geotimes

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed