by

Mudik Orang Udik

Oleh: Dahono Prasetyonegoro

 

Pukul 23.39 malam. Jalanan lengang di arah yang berlawanan. Di arah kami melaju, aneka benda transportasi berhenti tak bergerak selama hampir 2 jam. Aku sendiri memilih mematikan mesin mobil, merebahkan kepala di sandaran jok menahan jenuh dan berbagai perasaan letih sedari pagi berada di belakang kemudi. Perjuangan mudik kali ini. lumayan melelahkan, berebut sampai ke kampung halaman dalam waktu yang bersamaan. Kelak saat bertemu sanak saudara, kisah perjalanan mudik senantiasa jadi cerita yang wajib berbagi.

Aku lihat dari kaca spion sinar lampu berkedip dari mobil sedan putih di belakangku. Berkali kali sesekali klakson pendek berbunyi. Aku tengok ke belakang dan terlihat sang sopir memberi kode tangan memintaku memajukan posisi mobilku. Aku faham maksudnya. Dia ingin mendahului deretan ratusan mobil tak bergerak melewati jalan lawan arah yang lengang sedari tadi. Aku diam tak menggubrisnya. Hingga tiba tiba suara lelaki itu terdengar sudah di samping kaca jendela mobilku.

“Mas bisa maju dikit mobilnya? Rapat sama mobil depan”.
“Kenapa? Bapak mau jalan ya?” tanyaku datar masih menyandar kepala di jok.
“Iya, lama amat macetnya. Kapan mau sampainya kalo caranya begini.?”
“Bapak tahu gak kalau tindakan bapak justru akan menambah lama kemacetan ini? Saya tahu bapak mau menerobos lawan arah jalan. Entah bisa melaju sampau berapa kilometer di depan, tapi akan berhenti juga saat bapak bertemu mobil dari depan. Jalur lawan arah kita terhambat, jalur kitapun pasti ikut tersendat” jelasku dengan nada lebih tinggi darinya.
“Ah urus mobil kita sendiri sendiri saja, tidak usah sok ngajarin” jawabnya sambil berlalu menuju mobilnya.

Seperti yang aku duga, dia berusaha keluar dari deretan antrian. Entah bagaimana caranya akhirnya dia bisa melewati mobilku yang sengaja tidak aku pindahkan posisinya. Benar juga yang aku fikir selanjutnya, beberapa mobil dibelakang mengikuti tindakan lelaki bodoh itu, keluar jalur melaju di arah berlawanan. Aku hanya bisa garuk garuk jidat saat puluhan mobil lain melengang tanpa dosa. Sandaran jok aku rebahkan ke belakang, siap siap tidur setelah menyalakan alarm di hp yang akan membangunkanku 2 jam kemudian. 

Aku tidur pulas tanpa sempat bermimpi saat alarm membangunkanku. Keadaan tak berubah seperti 4 jam lalu. Namun beberapa motor dan mobil kecil terlihat melintas berlawanan arah. Semoga tidak lama lagi kemacetan ini terurai. Dan 1 jam berlalu deretan antrian macet mulai bergerak perlahan. Ada ke legaan baru yang muncul saat aku hembuskan nafas panjang. 
Hingga 1 jam perjalanan merayap, sebuah pertigaan terlihat di depan. Beberapa polisi mengatur laju dua arah yang masih tersendat. Beberapa mobil yang searah dengan kami terlihat berhenti di pinggir kanan bahu jalan arah kami. Kaca jendela mobil sengaja kubuka saat kulihat mobil sedan putih berada di antara deretan mobil “nakal” yang di pinggirkan petugas, memberi prioritas deretan mobil yang antri di jalurnya Aku geleng gelengkan kepala sambil tersenyum saat pengemudinya melihat ke arahku. Mungkin dia baru faham. Tak ada bedanya dia 3 jam berada di belakang mobilku dengan 3 jam mendahului kami.

Sementara selepas pertigaaan itu, laju mobil nyaris di 60 km/jam alias lancar seolah tak pernah terjadi kemacetan 5 jam yang lalu 
Ah… dasar orang udik.
(,,akupun juga..)

 

(Sumber: Facebook Dahono P)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed